I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hutan
adalah suatu hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang di-dominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya antara satu dan lainnya tidak
dapat dipisahkan (UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Keberadaan hutan
sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang besar memiliki arti dan fungsi
penting dalam menyangga sistem kehidupan.
Berbagai manfaat besar dapat diperoleh dari keberadaan hutan melalui
fungsinya baik sebagai penyedia sumberdaya air bagi manusia dan lingkungan,
kemampuan penyerapan karbon, pemasok oksigen di udara, penyedia jasa wisata dan
mengatur iklim global.
Pengelolaan
hutan harus mempertimbangkan banyak aspek yang berkaitan dengan ekosistem pada
hutan tersebut. Fungsi hutan yang sangat
penting bagi ke-langsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan harus dilestarikan
dengan cara melestarikan hutan tersebut.
Pengelolaan hutan yang baik akan berpengaruh terhadap kelestarian
hutan. Kegiatan pengelolaan hutan salah
satu unsurnya yaitu pemeliharaan tanaman hutan. Pemeliharaan
hutan merupakan suatu tindakan silvikultur dalam merawat dan menyelamatkan
hutan dari segala macam gangguan yang dapat merusak pertumbuhan pohon atau
tegakan hutan tanaman. Jati (Tectona grandis) merupakan jenis tanaman
hutan yang membutuhkan pemeliharaan yang tepat untuk pertumbuhannya. Jati sudah sejak lama dikenal dan diusahakan,
khusunya di Pulau Jawa, yang salah satunya di Jawa Tengah yaitu hutan tanaman
jati yang dikelola oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang. Kegiatan pemeliharaan tanaman ini sangat
penting dilakukan karena tanaman yang terpelihara dengan baik akan menghasilkan
produk dengan kualitas yang baik sehingga mampu meningkatkan harga jual dan
secara otomatis juga akan meningkatkan pendapatan daerah. Sebaliknya, apabila tanaman tidak terpelihara
dengan baik maka mutunya akan berkurang dan harga jualnya juga menurun dari
harga jual di pasaran sehingga petani tidak tersejahterakan hidupnya. Pemeliharaan tanaman hutan merupakan kegiatan
teknis yang memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang cukup. Pencapaian tersebut bisa diperoleh jika telah
terbiasa atau pernah melakukan kegiatan pemeliharaan hutan secara
langsung. Sebagai mahasiswa, diperlukan
praktek langsung dilapangan untuk mengaplikasikan atau membandingkan
teori-teori yang diterima selama kuliah dengan keadaan sebenarnya dilapangan.
1.2
Tujuan Praktik Umum
1.2.1
Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktik umum sebagai berikut.
1.
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mengaplikasikan beragam pengetahuan yang didapat selama proses kuliah sesuai
dengan bidang keahliannya sehingga mahasiswa memperoleh bekal kemampuan
operasional yang berguna sebagai calon sarjana.
2.
Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang pemeliharaan
yang dilaksanakan di KPH Balapulang
1.2.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari praktik umum sebagai berikut.
1.
Mampu menganalisa kegiatan di lapangan dengan
teori yang diperoleh.
2.
Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam
persemaian di Perum Perhutani dan upaya mengatasinya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Hutan
Pengertian hutan adalah kumpulan
pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang
beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini (Arief, 2001). Sedangkan FAO (2010)
mendefinisikan hutan sebagai lahan yang luasnya lebih dari 0,5 hektar dengan
pepohonan yang tingginya lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebih dari 10
persen, tidak termasuk lahan yang sebagian besar digunakan untuk pertanian atau
pemukiman.
2.2
Jati (Tectona grandis)
Jati dengan nama botanis Tectona grandis termasuk famili Verbenaceae, tinggi pohon dapat mencapai
25 m - 30 m. Di daerah yang subur pertumbuhan jati dapat
mencapai 50 m dengan diameter 150 cm (Direktur Jendral Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan, 1991).
Meningkatnya
kebutuhan akan kayu jati di dalam maupun luar negeri, menjadikan jati pilihan
utama sebagai bahan baku industri kayu karena kekuatan dan keindahan seratnya
(Sukmadjaya dan Mariska, 2003).
Jati merupakan
tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan
karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi (Murtinah dkk.,
2015). Jati merupakan salah satu jenis
kayu tropis yang sangat penting dalam pasar kayu internasional karena berbagai
kelebihan yang dimilikinya dan merupakan jenis kayu yang sangat bernilai untuk
tanaman kehutanan (Bermejo dkk., 2004).
Menurut Sumarna (2011),
klasifikasi jati digolongkan sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub kelas : Dycotiledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona
grandis Linn. F.
2.3
Pemeliharaan
Tanaman Jati
2.3.1
Pemangkasan
Pemangkasan adalah
tindakan pembuangan bagian-bagian tanaman seperti cabang atau ranting dalam
upaya mendapatkan bentuk tertentu, meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan
cahaya matahari, mempermudah pengendalian hama dan penyakit, dan mempermudah
pemanenan (Zulkarnain, 2009). Dengan
demikian pemangkasan memberikan efek yang baik bagi pertumbuhan tanaman yang
memiliki tegakan rapat (Hartono, 2001).
2.3.2
Pemupukan
Penggunaan pupuk sangat dibutuhkan untuk memasok nutrisi bagi pertumbuhan
tanaman. Pengadaan benih bermutu membutuhkan dukungan media yang berkualitas dan mampu memberikan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan bibit serta memenuhi kebutuhan pertumbuhan bibit. Dengan tersedianya nutrisi untuk bibit, pertumbuhan bibit akan lebih optimal, penggunaan medium bisa menjadi pupuk organik yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan pupuk sangat dibutuhkan untuk memasok nutrisi bagi pertumbuhan bibit (Muhajir dkk., 2015).
Pemupukan adalah usaha pemenuhan ketersediaan unsur hara dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman (Redaksi Agromedia, 2007). Salah satu unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman adalah nitrogen (N). Jenis pupuk N yang diberikan dalam jumlah besar akan mengakibatkan keragaman nilai keasaman tanah (Sarief, 1985).
Dalam pemupukan biasanya digunakan juga jenis pupuk urea yang sangat mudah larut dalam air dan bereaksi cepat, juga mudah menguap dalam bentuk amonia (Novizan, 2002).
Menurut Pramono dkk (2010), pemupukan dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Pemupukan dilakukan pada umur 1, 2, dan 3 tahun dengan pupuk NPK.
2. Dosis pupuk pada tahun pertama 50 gram, tahun kedua 100 gram, dan tahun
ketiga 150 gram per pohon. Selain itu digunakan pupuk kompos dengan takaran 10 kg per lubang tanam.
3. Pemberian dolomit disarankan hanya pada daerah yang memiliki pH tanah asam. Dolomit bisa diberikan bersama-sama dengan pemberian pupuk dasar sebelum penanaman, dengan dosis 150 gram sampai 250 gram tiap lubang tanam.
2.3.3 Penyulaman
Menurut Sutrisno (2014), penyulaman
dalam kegiatan silvikultur di persemaian dilakukan dua kali, yaitu penyulaman
pertama sesegera mungkin setelah penyapihan jika sudah diketahui ada kematian
pada saat penyapihan dan penyulaman kedua dilakukan pada saat bibit sudah mulai
besar, dengan cara memisahkan kantong plastik yang semainya mati dengan maksud
hasil sulaman dapat seragam dan tidak tertekan oleh semai yang lain.
2.3.4 Penyiraman
Penyiraman semai dilakukan pagi
dan sore
hari. Penyiraman pada pagi hari dilakukan antara jam 06.00- 09.00 dan sore hari dilakukan
ketika matahari sudah tidak terlalu terik. Hal ini sesuai dengan
teori yang ditulis oleh Sutrisno (2014), di buku ini dijelaskan penyiraman
dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada saat pagi dan sore hari. Penyiraman
dipagi hari harus sudah selesai pada pukul 10 pagi, sedangkan pada sore hari
penyiraman biasa dilakukan mulai pukul 3 sore.
Penyiraman pada waktu terik matahari dapat menyebabkan kematian pada
bibit.
2.4 Perbanyakan Jati
Perbanyakan jati bisa dilakukan secara vegetatif. Perbanyakan pohon secara vegetatif adalah perbanyakan pohon tanpa melalui proses penyerbukan dan pembuahan. Perbanyakan ini dilakukan menggunakan organ vegetatif pohon. Organ yang digunakan sebagai bahan perbanyakan vegetatif adalah batang, cabang, ranting, dan akar (Indriyanto, 2013).
III.
METODE PRAKTIK UMUM
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan
praktik umum ini akan dilaksanakan di KPH Balapulang Unit I Perum Perhutani Jawa
Tengah terhitung sejak tanggal 19 Juli 2017 sampai 16 Agustus 2017.
3.2 Data dan Informasi
Menurut Supangat (2010), data yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
1.
Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari
responden dan pengamatan langsung terhadap objek saat praktik umum.
2.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang tidak diperoleh
langsung dari responden atau pengamatan langsung terhadap objek. Data sekunder dapat dioperoleh dari studi
literatur sebagai penunjang data primer.
Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi.
3.3
Metode
3.3.1
Metode Pengumpulan
Data
1.
Data primer dikumpulkan melalui
beberapa metode diantaranya sebagai berikut:
a.
Metode observasi yaitu dengan pengamatan
langsung dan mencatat semua hasil kegiatan di lapangan, data yang dicari pada
observasi yaitu berupa: data kegiatan penjarangan, pemangkasan, penyulaman, pemupukan,
penyiangan, pemeliharaan terubusan dan pengendalian hama penyakit.
b.
Metode wawancara ditujukan kepada pihak–pihak
terkait, misalnya pembimbing lapangan, mandor, asisten perhutani (Asper)
ataupun pekerja teknis. Metode wawancara
digunakan untuk mengetahui lebih jelas mengenai teknik kegiatan penjarangan,
pemangkasan, penyulaman, pemupukan, penyiangan, pendangiran, dan pengendalian hama
penyakit yang dilakukan di Perum Perhutani.
c.
Metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh informasi dan bukti berupa gambar di lokasi praktik umum. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data
berupa foto–foto kegiatan yang dilakukan dalam melakukan pemeliharaan tegakan
jati misalnya : kegiatan penjarangan, pemangkasan, penyulaman, pemupukan,
penyiangan, pemeliharaan terubusan dan pengendalian hama penyakit yang
dilakukan di lokasi PU. Selain bukti
kegiatan di lapangan, bukti wawancara juga dapat disajikan dengan metode
dokumentasi.
2.
Metode pengumpulan data sekunder yaitu
dengan cara sebagai berikut:
a.
Studi Kepustakaan, metode ini digunakan untuk mencari,
menganalisis, mengumpulkan, dan mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan umum,
dan literatur lainnya yang dipakai sebagai bahan referensi yang diperoleh dari
arsip-arsip yang dimiliki oleh Perum Perhutani maupun melalui studi literatur yang
berhubungan dengan topik praktik umum.
Data yang dicari meliputi: karakteristik lokasi praktik
umum berupa letak geografis, luas, keadaan lapangan, dan sosialekonomi
masyarakat. Selain itu juga literatur yang dicari meliputi kegiatan pengelolaan
hutan di Perum Perhutani seperti administrasi, sitem silvikultur dan teknik
silvikultur yang digunakan.
b.
Dokumentasi, metode ini digunakan untuk
memperoleh informasi dan bukti yang lebih mendalam mengenai teknik pemeliharaan
tegakan pinus. Data yang akan dicari
yaitu dokumentasi dari Perum Perhutani di lokasi praktik umum,
berupa kegiatan teknik pemeliharaan tegakan jati. Metode dokumentasi pada pengumpulan data
sekunder berfungsi untuk mendapatkan data seakurat mungkin, yaitu dengan
mencocokkan hasil dokumentasi di lapangan dengan dokumentasi yang ada pada
literatur milik Perum Perhutani.
3.3.2
Metode Analisis
Data
Metode
analisis data yang telah didapat dengan berbagai metode yang digunakan
selanjutnya dianalisis dengan tahapan sebagai berikut.
a.
Melakukan tabulasi data primer, sehingga
data dapat disajikan secara menyeluruh dan mudah dipahami.
b.
Melakukan deskripsi dan pembahasan data
primer dengan membandingkan data primer dengan data sekunder, sehingga
diperoleh kesimpulan yang menyeluruh dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. Global Forest Resources Assesment 2010. Buku. FAO. Rome, Italy. 27 hlm.
Arifin, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Buku.Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 108 hlm.
Bermejo, I., Canellas, I., dan Miguel, A.
S. 2004. Growth and yield models for teak plantations in Costa Rica. Journal Forest Ecology and Management
(189) : 97 – 110.
Direktorat Jendral
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1991. Teknik
Pembuatan Jati (Tectona grandis Linn. F.). Departemen Kehutanan Jakarta. Jakarta.
Hartono, R. 2001. Pengaruh Pemangkasan Cabang terhadap
Aktifitas Kambium pada Kayu Jati (Tectona
grandis Linn.F.). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Indriyanto. 2013. Teknik dan Manajemen Pesemaian. Lembaga
Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 270 hlm.
Muhajir, Muslimin,
dan Umar, H.2015. Pertumbuhan semai jati (Tectona
grandis) pada perbandingan media tanah dan pupuk organik limbah kulit
kakao. Jurnal Warta Rimba 3 (2) : 80
– 87.
Murtinah, V.,
Marjenah, Ruchaemi, A., dan Ruhiyat, D. 2015.
Pertumbuhan tanaman jati (Tectona grandis)
di Kalimantan Timur. Jurnal AGRIFOR
14 (2) : 287 – 292.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Buku. Agromedia
Pustaka. Jakarta. 114 hlm.
Pemerintah Republik Indonesia.1999. Undang-Undang Republik Indonesia No.41
Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta.
Redaksi Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Buku. Agromedia
Pustaka. Jakarta. 100 hlm.
Sarief, S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian.
Buku. CV. Pustaka Buana. Bandung.
Sukmadjaya, D. dan
Mariska, I. 2003. Perbanyakan Bibit Jati
Melalui Kultur Jaringan. Buku. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian. 12 hlm.
Sumarna, Y. 2011. Kayu Jati – Panduan Budidaya dan Prospek
\Bisnis. Buku. Penebar Swadaya. Jakarta. 21 hlm.
Supangat, A. 2010.
Statistika dalam Kajian Deskriptif,
Inferensi dan Nonparametrik. Buku. Kencana. Jakarta. 416 hlm.
Sutrisno. 2014. Modul Pembelajaran Jarak Jauh Sub Bidang
Persemaian tahun 2014. Buku.
Pusdikbang SDM Perum Perhutani. Madiun.
Zulkarnain. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Buku. Bumi
Aksara. Jakarta. 304 hlm.
bagus artikelnya, semoga bermanfaat, amiin
ReplyDelete