I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu bentuk nyata peran seorang
mahasiswa yang harus dimiliki sebagai agen perubahan. Salah satu tanggung jawab
yang harus dipenuhi oleh mahasiswa ialah
melakukan suatu pengembangan dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan
dilapangan. Mahasiswa harus mampu memanfaatkan penelitian dan pengembangan
dalam suatu proses pembelajaran untuk memperoleh perubahan yang diinginkan.
Proses pengembangan
kemampuan mahasiswa pada bidangnya dapat diaplikasikan melalui kegiatan Praktik
Umum. Praktik Umum (PU) merupakan salah satu Mata Kuliah Keahlian (MKK) yang
wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa di semua jurusan dalam lingkup Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan Praktik Umum (PU) yang dilaksanakan
merupakan kegiatan yang dapat mendukung proses pembelajaran setelah
diperolehnya materi diruang lingkup perkuliahan, ini berguna untuk meningkatkan
pengetahuan sebagai calon Sarjana yang baik.
Praktik Umum Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dilaksanakan di Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) Kedu Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa
Tengah.
Perum
Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada dibawah naungan
Departemen Kehutanan. Wilayah kerja Perum Perhutani tersebar di Pulau Jawa
dengan tiga unit pengelolaan, unit pengelolaan satu yaitu terletak di Jawa
Tengah, unit pengelolaan dua terletak di Jawa Timur dan unit pengelolaan tiga
di Jawa Barat. Perum Perhutani merupakan BUMN yang memanfaatkan hutan secara
lestari sebagai hutan tanaman menurut Qirom (2012) hutan tanaman sendiri memiliki luas 130 juta ha
diseluruh dunia dan laju perkembanganya mencapai 10,5 juta/ha per
tahun.Pembagian unit-unit tersebut dikelola dalam beberapa Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH), salah satu KPH yang terletak pada unit satu pengelolaan perum
perhutani di Jawa Tengah yaitu KPH Kedu Selatan. KPH Kedu Selatan merupakan KPH
yang masih banyak terjadi pencurian hasil hutan yang terletak di unit satu
pengelolaan Perum Perhutani di Jawa Tengah.
Fungsi KPH menurut PP No.
6 Tahun 2007 salah satunya yaitu melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di
wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
serta pengendalian serta melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan
kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya.
Kegiatan yang dilakukan pada pengelolaanhutan tersebut salah satunya
adalah kegiatan pengamanan hutan. Aspek pengamanan merupakan aspek yang sangat
penting bagi Perum Perhutani sebagai pengelolaan hutan produksi yang bertujuan
memanfaatkan hasil hutan secara lestari.Salah satu gangguan pengamanan hutan
yang sangat merugikan hutan dan pengelola hutan dalam hal ini Perum Perhutani
adalah penebangan kayu secara ilegal atau disebut pencurian kayu, kegiatan ini
merugikan dari berbagai aspek dimulai dari ekonomi, ekologi bahkan kerugian
sosial dapat terjadi karena kegiatan ilegal tersebut. Sehingga dalam kegiatan
praktik umum, perlu dipelajari bagaimana praktik pengamanan hutan, untuk
mengetahui bagaimana upaya mengatasi permasalahan keamanan yang terjadi di RPH
Sapuran BKPH Ngadisono KPH Kedu Selatan.
1.2
Tujuan Praktik
Umum
Tujuan kegiatam Praktik
Umum yang dilaksanakan di KPH Kedu Selatan sebagai berikut :
1.
Memberikan
kesempatan kepada mahasiswa mengaplikasikan beragam
pengetahuan yang didapat
selama kuliah sesuai bidang keahliannya sehingga mahasiswa memperoleh bekal
kempuan operasional yang sangat berguna sebagai calon sarjana
2.
Mengetahui
kegiatan pengamanan hutan yang dilakukan dan permasalahan yang terjadi di RPH
Sapuran BKPH Ngadisono KPH Kedu Selatan
1.3
Manfaat Praktik Umum
Manfaat
PU bagi Mahasiwa:
1. Mengaplikasikan pengetahuan/teori
kuliah dalam kehidupan nyata bidang pertanian sesuai dengan bidang keahliannya.
2. Memperoleh pengalaman dan keterampilan operasional yang
akan membentuk jiwa kewirausahaan dan propesional.
3. Mendewasakan proses berfikir
pratikum dalam menelaah masalah yang terdapat di dalam bidang keilmuannya
secara pragmatis ilmiah.
Manfaat PU bagi Perguruan Tinggi:
1. Memperoleh umpan balik
berupa informasi/teknologi dan hal-hal lain yang relevan sebagai hasil kerja
dan interaksi antara instasi dan mahasiswa maupun industri.
2. Memperoleh bahan dasar bagi
studi pengembangan pendidikan.
3. Memperoleh media promosi
bagi calon sarjana yang berkualitas.
4. Memperoleh media kerjasama
antara perguruan tinggi dan instansi/perusahaan.
Manfaat PU bagi instansi/lembaga lokasi PU:
1. Memperoleh bantuan tenaga
kerja sementara yang mempunyai latar belakang yang memadai, dan relevan dengan
bidang usaha.
2. Memperoleh kesempatan untuk menjaring
calon tenaga kerja potensial dan terdidik.
3. Memperoleh bahan masukan/umpan balik
dari peserta PU atau Institusi
Perguruan Tinggi sebagai sarana kontrol kebijakan.
4. Memperoleh media sosialisasi program dan
promosi produk
instansi/perusahaan pada dunia luar melalui Institusi Perguruan Tinggi.
1.4
Waktu,
Tempat dan Metode Praktik Umum
1.4.1
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan
Praktik umum ini dilaksanakan pada tanggal 25 Juli sampai
dengan 30 Agustus 2016 (efektif jam kerja) dan lokasi praktikum umum berada di
BKPH Ngadisono, Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) Kedu Selatan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah
1.4.2
Metode
Pelaksanaan Praktik Umum
Pelaksaan Praktikum Umum
dilakukan dengan mencari tahu tentang kegiatan pengamanan hutan yang berkaitan dengan
pencurian kayu. Melakukan kegiatan
kegiatan diantaranya melakukan pencarian
mengenai
1.
Data
Primer
Data primer merupakan
data yang didapatkan dari pengamatan langsung saat praktik umum, antara lain :
a.
Observasi
Data hasil observasi
diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung pada lokasi kegiatan
praktik umum, yaitu melakukan pengamatan pada daerah jelajah pengamanan sesuai
dengan jadwal dan daerah rawan yang telah ditentukan.
Kegiatan pengamatan hutan
difokuskan pada kegiatan pengamanan hutan yaitu pada teknik pengamanan
preventif yaitu patroli observasi dan komunikasi sosial.
b.
Wawancara
Data wawancara diperoleh
dengan melakukan tanya jawab atau wawancara langsung pada pegawai di KPH Kedu
Selatan.
2.
Data
Sekunder
Data sekunder adalah data
yang telah tersedia dalam bentuk catatan tertulis dan dikumpulkan melalui penelusuran
pustaka atau laporan yang terdapat pada Perum Perhutani yang berhubungan dengan
teknik pengamanan hutan. Data sekunder yang diambil meliputi : struktur
organisasi, data gangguan keamanan hutan dan keadaan umum lokasi praktik umum,
diantaranya : kondisi lapangan, infrastruktur, kelas hutan, kelas perusahaan,
luas wilayah hutan, letak geografis, wilayah administrasi. Metode yang
digunakan dalam pengambilan data sekunder yaitu:
a.
Dokumentasi
Metode ini digunakan
untuk memperoleh keadaan lokasi penelitian Praktik Umum.
b.
Studi Kepustakaan
Metode ini digunakan
untuk mencari, menganalisis, mengumpulkan, dan mempelajari buku buku,
tulisan-tulisan umum, dan literatur lainnya yang dipakai sebagai bahan
referensi yang diperoleh dari arsip arsip yang dimiliki oleh Perum Perhutani
maupun studi litelatur yang berhubungan dengan topik praktik umum.
II.
KONDISI DAN
GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK UMUM
2.1 Gambaran Umum KPH Kedu Selatan
1.
Letak dan Luas
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan merupakan salah satu unit kerja Perum Perhutani Devisi Regional Jawa Tengah. Batas – batas pengelolaan kawasan hutan KPH Kedu Selatan adalah sebagai berikut :
a. Sebelah
Utara : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara
b. Sebelah
Timur : Kabupaten Magelang dan Provinsi DIY
c. Sebelah
Selatan : Samudera Indonesia
d. Sebelah
Barat : Kabupaten Banyumas
Secara geografis wilayah KPH Kedu
Selatan terletak pada
koordinat 07°22’ sampai dengan 07°53’ LS 109°16’
sampai dengan110°08’
BT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 wilayah kerja pengelolaan hutan Perum Perhutani
adalah hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Tengah (Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah) Provinsi
Jawa Timur (Perum Perhutani Divisi
Regional Jawa Timur)
Provinsi Jawa Barat dan
Provinsi Banten (Perum Perhutani Divisi
Regional Jawa Barat dan Banten). Kawasan hutan yang dikelola KPH Kedu
Selatan berdasarkan fungsinya terdiri dari tiga pembagian hutan diantaranya
hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas.
Tabel
1. Luas Kawasan Hutan Per Kabupaten
No
|
Kabupaten
|
Luas Kawasan Hutan
|
|||
HL (ha)
|
HPT (ha)
|
HP (ha)
|
Jumlah (ha)
|
||
1
|
Purworejo
|
-
|
6.489,08
|
2.343,59
|
8.832,67
|
2
|
Kebumen
|
3.982,56
|
14. 151,34
|
825,83
|
18.959,73
|
3
|
Banjarnegara
|
258,17
|
5.084,05
|
149,92
|
5.492,14
|
4
|
Wonosobo
|
-
|
3.918,32
|
4.558,21
|
8.476,53
|
5
|
Banyumas
|
-
|
2.898,74
|
-
|
2.898,74
|
Jumlah
|
4.240,73
|
32.541,53
|
7.877,55
|
44.659,81
|
|
Presentase
|
9,50
|
72,87
|
17,64
|
100,00
|
Sumber: SK Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah nomor
2889/KPTS/I/2013
tanggal 21 Oktober 2013 tentang Luas Kawasan
Hutan
Masing-Masing KPH Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah
Pembagian kawasan hutan tiap masing-masing
kabupaten bertujuan untuk mengelompokan kawasan hutan yang dikelola oleh Perum
Perhutani agar dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah tingkat kabupaten
dalam rangka melakukan pemanfaatan sumber daya hutan secara lestari.
Tabel
2. Luas Kawasan Hutan Per Bagian Hutan
No
|
Kelas
Perusahaan
|
Bagian Hutan
|
Luas Kawasan Hutan
|
|||
HL (ha)
|
HPT (ha)
|
HP (ha)
|
Jumlah (ha)
|
|||
1
|
Pinus
|
Wadas
Lintang
Gombong
Utara
|
31,09
|
13.791,60
|
3.639,79
|
17.462,48
|
3.819,78
|
8.282,70
|
227,02
|
12.329,50
|
|||
3.850,87
|
22.074,30
|
3.866,81
|
29.791,98
|
|||
2
|
Damar
|
Midangan
Sapuran
|
2,80
|
6.802,26
|
3.798,84
|
10.603,90
|
3
|
Jati
|
Gombong
Selatan
|
387,06
|
3.664,97
|
211,90
|
4.263,93
|
Jumlah
|
4.240,73
|
32.541,53
|
7.877,55
|
44.659,81
|
||
Presentase
|
9,50
|
72,87
|
17,64
|
100,00
|
Sumber:SK Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah nomor
2889/KPTS/I/2013
tanggal 21 Oktober 2013 tentang Luas Kawasan
Hutan
Masing-Masing KPH Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah
Pembagian kawasan hutan
tiap bagian hutan berfungsi mengelompokan kawasan hutan berdasarkan pengolahan
sumberdaya hutan selanjutnya, setelah dari kawasan hutan, sumberdaya dibawa ke
TPG (Tempat Pengumpulan Getah) atau TPK (Tempat Pengumpulan Kayu).
Tabel
3. Luas Kawasan Hutan per BKPH
No
|
Kelas
Perusahaan
|
Luas Kawasan Hutan
|
|||
HL (ha)
|
HPT (ha)
|
HP (ha)
|
Jumlah (ha)
|
||
1
|
Purworejo
|
-
|
6.744,25
|
2.343,59
|
9.087,84
|
2
|
Kebumen
|
31,09
|
5.780,34
|
942,10
|
6.753,53
|
3
|
Karanganyar
|
1.982,83
|
2.779,05
|
157,40
|
4.919,28
|
4
|
Gombong
Utara
|
1.839,75
|
4.731,23
|
145,72
|
6.716,70
|
5
|
Gombong
Selatan
|
387,06
|
3.664,97
|
211,90
|
4.263,93
|
6
|
Banjarnegara
|
-
|
6.089,25
|
340,52
|
6.429,77
|
7
|
Ngadisono
|
-
|
2.752,44
|
3.736,32
|
6.488,76
|
Jumlah
|
4.240,73
|
32.541,53
|
7.877,55
|
44.659,81
|
|
Presentase
|
9,50
|
72,87
|
17,64
|
100,00
|
Sumber: SK Kepala
Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah nomor
2889/KPTS/I/2013
tanggal 21 Oktober 2013 tentang Luas Kawasan
Hutan Masing-Masing
KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
Pembagian
wilayah tiap masing-masing BKPH bertujuan untuk mempermudah Perum Perhutani
mengelola sumberdaya hutan dengan luasan yang luas dengan tenaga pegawai
perhutani yang terbatas, BKPH Purworejo merupakan BKPH yang memiliki jumlah
luasan yang luas dengan produktivitas getah pinus yang paling tinggi.
1.
KEADAAN ALAM
Keadaan
topografi pada kawasan hutan
wilayah
KPH Kedu Selatan yaitu Datar 238,60 ha, Landai 7.054,10 ha, Agak Curam
24.286,40 ha, Curam 11.429,00 ha, Sangat Curam 1.452,80 ha. Keadaan alam
di KPH Kedu Selatan kebanyakan memiliki ketinggian tempat lebih dari 500 mdpl,
hal ini menjadikan KPH Kedu Selatan sebagai salah satu KPH dengan produktivitas
resin yang besar, karena lingkunganya cocok untuk tanaman pinus dan damar akan
tetapi daerah – daerah sekitar laut seperti BKPH Gombong yang cocok untuk
budidaya jati memiliki kelas hutan jati.
2.
WILAYAH KERJA
Wilayah kerja KPH Kedu Selatan dibagi menjadi satu Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan
(SKPH), yang terdiri dari tujuh wilayah bagian
kesatuan pemangkuan hutan yaitu :
a.
BKPH Purworejo :
9.078,80 ha
b.
BKPH Kebumen : 6.620,70 ha
c.
BKPH Karanganyar : 4.862,73 ha
d.
BKPH Gombong Utara : 6.640,10 ha
e.
BKPH Gombong Selatan :
4.230,70 ha
f.
BKPH Banjarnegara : 6.499,10 ha
g.
BKPH Ngadisono : 6.462,70 ha
Dengan wilayah
administrasi masing – masing pemerintahan sebagai berikut:
a. Kabupaten
Purworejo : 7.604,45
ha
b. Kabupaten
Kebumen :
18.088,58 ha
c. Kabupaten
Wonosobo : 10.384,93 ha
d. Kabupaten
Banjarnegara : 5.676,25 ha
e. Kabupaten
Banyumas
: 2.905,44 ha
2.2 Kondisi dan
Gambaran Umum BKPH Ngadisono
1.
Letak dan Luas Areal
Berdasarkan data yang di peroleh dari kantor BKPH Ngadisono ,
BKPH Ngadisono
berada dalam daerah administaratif Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah yang secara
geografis Kabupaten Wonosobo terletak antara 7. 11’ dan 7. 36’ Lintang Selatan (LS), 109. 43’ dan 110. 04’
Bujur Timur (BT). Kabupaten
Wonosobo memiliki luas 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03%
(persen) dari luas Jawa Tengah dengan
komposisi tata guna lahan terdiri atas tanah sawah mencakup 18.696,68 ha (18,99
%), tanah kering seluas 55.140,80 ha (55,99.%),
hutan negara 18.909,72 ha (19.20.%),
perkebunan negara/swasta 2.764,51 ha (2,80.%)
dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01.%). Bagian
Kesatuan Pemnagkuan Hutan (BKPH) Ngadisono
merupakan salah satu Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan Kedu
Selatan. Secara administrasi batas wilayah Kabupaten
Wonosobo adalah sebagai berikut:
-Sebelah Utara : Kabupaten Kendal dan Batang
-Sebelah Timur : Kabupaten Temanggung dan Magelang
-Sebelah Selatan : Kabupaten Kebumen dan Purworejo
-Sebelah Barat : Kabupaten Banjarnegara
2. Topografi
Berdasarkan data yang di peroleh dari kantor BKPH Ngadisno, BKPH Ngadisno yang berada di wilayah Kabupaten
Wonosobo memiliki ciri topografi yang berbukit-bukit.
Kabupaten Wonosobo terletak pada ketinggian antara 200
sampai 2.250 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat tertinggi adalah
Kecamatan Kejajar 1.378 mdpl, dan terendah adalah Kecamatan Wadaslintang 275 mdpl. Kabupaten
Wonosobo dibagi menjadi 6 wilayah kemiringan, yaitu:
·
Wilayah
dengan kemiringan antara 0,00-2,00 % seluas 3.702,395 ha atau 3,76 % dari luas
wilayah, banyak dijumpai di Kecamatan Leksono dan Kecamatan Watumalang.
·
Wilayah
dengan kemiringan antara 2,01-8,00 % seluas 12.052,479 ha atau 12,24 % dari
luas wilayah, terdapat di 11 Kecamatan selain Watumalang dan Leksono.
·
Wilayah
dengan kemiringan antara 8,01-15,00 % seluas 37.969,247 ha atau 38,56 % dari
seluruh luas wilayah, terdapat di semua kecamatan.
·
Wilayah
dengan kemiringan antara 15,01-25,00 % seluas 10.280,056 ha atau 10,44 % dari
seluruh luas wilayah, terdapat di semua kecamatan.
·
Wilayah
dengan kemiringan antara 25,01-40,00 % seluas 10.949,638 ha atau 11,12 % dari
seluruh luas wilayah, terdapat di Kecamatan Garung, Watumalang dan Leksono.
·
Wilayah
dengan kemiringan diatas 40,00 % seluas 13.667,354 ha atau 13,88 % dari seluruh
luas wilayah, terdapat di Kecamatan Kejajar.
3. Kondisi Geologi
Kabupaten
Wonosobo termasuk jenis pegunungan muda dengan lembah yang masih curam. Secara geografis, sebagian kecil daerah Wonosobo terletak di batuan
prakwater, sedangkan wilayah Wonosobo cukup luas. Keadaan yang demikian
menyebabkan sering timbul bencana alam seperti tanah longsor (land slide),
gerakan tanah runtuh atau gerakan tanah merayap.
4.
Jenis Tanah
Keadaan tanah di Kabupaten Wonosobo dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tanah andosol (25%) terdapat di Kecamatan Kejjar, sebagai
Kecamatan Garung, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Kertek
dan Kecamatan Kalikajar. Tanah Regosol (40%)
terdapat di Kecamatan Kertek, Kecamatan Sapuran,
Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Watumalang dan Kecamatan
Garung. Tanah Podsolik (35%) terdapat di Kecamatan Selomerto, Kecamatan Leksono dan
Kecamatan Sapuran. Jenis tanah di Kabupaten Wonosobo meliputi tanah andosol seluar 10.817,7
ha, tanah regosol seluas 19.372,7 ha, tanah latosol seluas 63.043,4 ha, tanah
argonosol seluas 761,1 ha, mediterian merah kuning seluas 3.054 ha dan gramosol
seluas 1.778,6 ha.
5. Kondisi Hidrologi
BKPH Ngadisono yang terletak di
Kabupaten Wonosobo memiliki beberapa sumber mata air dari beberapa sungai. Daerah aliran sungai yang ada di wilayah Kabupaten Wonosobo
adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Daerah Aliran Sungai
(DAS) di wilayah kabupaten Wonosobo
No.
|
Nama DAS
|
Luas (ha)
|
Debit Rata-rata (m3/detik)
|
1
|
Serayu
|
359.349,54
|
282,53
|
2
|
Bogowoto
|
64.555,28
|
293,07
|
3
|
Jalicokyorasan
|
37.085,90
|
124,14
|
4
|
Luk Ulo
|
57.841,79
|
301,90
|
5
|
Wawar Medono
|
71.439,38
|
60,49
|
Sumber : Kantor BKPH Ngadisono
.6. Kondisi Klimatologi
Wonosobo beriklim tropis
dengan dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Suhu udara rata-rata 24 – 30o c di siang hari, turun
menjadi 20 oc pada malam hari. Pada bulan Juli – Agustus turun menjadi 12 – 15 o c pada malam hari dan 15 – 20 o c di siang hari. Rata-rata
hari hujan adalah 196 hari, dengan curah hujan rata-rata 3.400 mm,
tertinggi di Kecamatan Garung (4.802 mm) dan terendah di Kecamatan Watumalang
(1.554 mm).
7. Infrastruktur
Sarana
dan prasarana baik di dalam maupun di luar kawasan hutan merupakan faktor yang
penting dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya hutan secara
optimal serta kelancaran kegiatan pembangunan wilayah. Infrastruktur yang ada
di BKPH Ngadisono
sebagai penunjang untuk kelancaran kegiatan pembangunan wilayah.
Infrastruktur
tersebut yaitu seperti Sekretariat Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang menjadi
tempat atau wadah bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan
hutan yang bekerja sama dengan pihak Perum Perhutani. Selain sekretariat LMDH, infrastruktur lain
yang ada di BKPH Ngadisono yaitu rumah dinas yang berada di tiap RPH wilayah
pangkuan BKPH Ngadisono. Fungsi
dibuatnya rumah dinas
tersebut adalah untuk tempat administrasi,
koordonasi dan silaturahmi saat melakukan kegiatan pengelolaan
hutan seperti pengamanan, penebangan, penyadapan dan pemasaran hasil hutan. Dengan adanya rumah dinas tersebut, hubungan
antara masyarakat dan pihak Perum Perhutani berjalan harmonis.
2.3 Kondisi dan Gambaran Umum RPH
Sapuran
1. Letak dan Luas Areal RPH Sapuran
Secara
administratif, wilayah RPH Sapuran terletak di Kecamatan Sapuran Kabupaten
Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Wilayah RPH Sapuran meliputi 15 desa yaitu Desa
Karang Sari, Sapuran, Pecekelan, Bogoran, Pengarengan, Rejo Sari, Keladon, Kali
Karung, Karang Sambung, Tempurejo, Beran, Jangkrikan, Gondowulan, Sedayu, dan
Kepil. Kawasan Hutan memiliki luas kawasan hutan sebesar 1812,26 ha, yang
pembagiannya:
o
Kawasan untuk perlindungan seluas 37,8 ha
o
Kawasan untuk produksi seluas 1774,5 ha
2. Struktur Organisasi RPH Sapuran
RPH Sapuran dipimpin oleh seorang Kepala Resort
Pemangkuan Hutan (KRPH/Mantri) dan dibantu oleh 8 mandor yang terdiri dari
mandor polter, mandor sadap, mandor tanam, dan mandor persemaian yang disajikan
dalam bentuk diagram alir seperti berikut ini.
Gambar 1. Struktur Organisasi karyawan RPH Sapuran
3.
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
Resort
Pemangkuan Hutan (RPH) Sapuran memiliki 15 desa dalam wilayah pemangkuannya,
dan masing masing desa memiliki Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sehingga
RPH Sapuran memiliki 15 LMDH yang terlampir dalam tabel berikut.
Tabel 5. Daftar LMDH RPH Sapuran BKPH
Ngadisono
No.
|
Nama LMDH
|
Nama Desa
|
1.
|
Ngudi Rizki
|
Karang Sari
|
2.
|
Wana Lestari
|
Sapuran
|
3.
|
Wungu Argo
|
Pecekelan
|
4.
|
Karya Lestari
|
Bogoran
|
5.
|
Argo Suto
|
Pengarengan
|
6.
|
Giri Kele
|
Rejo Sari
|
7.
|
Guyub Rukun
|
Kedalon
|
8.
|
Rukun Tani
|
Kali Karung
|
9.
|
Jati Diri
|
Karang Sambung
|
10.
|
Ngudi Lestari
|
Tempurrejo
|
11.
|
Panto Domas
|
Beran
|
12.
|
Dadi Makmur
|
Jangkrikan
|
13.
|
Gondo Maakmur
|
Gondowulan
|
14.
|
Sido Makmur
|
Sedayu
|
15.
|
Margo Makmur
|
Kepil
|
Sumber : Kantor
BKPH Ngadisono
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1.1.
Perencanaan
Hutan Perum Perhutani
Perencanaan
di Perum Perhutani hanya melaksanakan kegiatan penyusunan rencana pengelolaan
dengan di dahului kegiatan tata hutan. Rencana pengelolaan di Perum Perhutani dikenal dengan Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan (RPKH). RPKH merupakan
dokumen yang berisi rencana pengelolaan hutan selama 10 (sepuluh) tahun
untuk daur menengah dan panjang atau 5 (lima) tahun untuk daur pendek, yang
berazaskan kelestarian sumber daya hutan dengan mempertimbangkan keseimbangan lingkungan
dan sosial, yang disusun menurut kelas perusahaan pada setiap bagian hutan dari
suatu KPH.
Gambar 2. Foto Buku Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan yang diperoleh dari
Kantor KPH Kedu Selatan
Dasar penyusunan RPKH :
- Pasal 7 Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara
- Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.60/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan dan Rencana Teknik Tahunan di Wilayah Perum Perhutani
- Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No. P.01/VI-BUHT/2012 tentang Petunjuk Teknis Penataan Hutan dan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) di Wilayah Perum Perhutani
PRINSIP-PRINSIP DASAR PENYUSUNAN RPKH
1.
Kelas Perusahaan
Adalah penggolongan usaha di bidang
kehutanan berdasarkan produk yang dihasilkan.
Adalah tujuan utama pengelolaan suatu
kawasan hutan dalam suatu bagian hutan tertentu yang didasarkan pada
pertimbangan kesesuaian lahan, iklim, ekologi dan kondisi sosial ekonomi daerah
setempat serta secara ekonomis memberikan kontribusi pendapatan paling dominan
dengan syarat kawasan hutan tersebut tetap mempunyai fungsi hutan.
2. Daur
Daur adalah jangka waktu antara saat
penanaman hutan sampai dengan saat pemungutan hasil akhir atau tebangan habis.
Daur dibedakan menurut jangka waktu
(lamanya) sebagai berikut :
1. Daur pendek : kurang dari 15 tahun
2. Daur menengah : 15 – 35
tahun
3. Daur panjang : lebih dari 40 tahun
3.
Pengaturan Hasil
Pengaturan
hasil merupakan upaya untuk mengatur pemungutan hasil (panenan) agar jumlah
hasil yang dipungut setiap periode kurang lebih sama dan dapat diusahakan
meningkat secara berkesinambungan. Etat adalah massa kayu yang diijinkan untuk
ditebang per satuan waktu (tahun). Etat ditentukan berdasarkan metoda kombinasi
antara luas dan massa kayu. Taksiran hasil akhir massa kayu untuk tegakan kelas
umur ditentukan pada umur tebang rata-rata. Umur tebang rata-rata adalah umur
rata-rata kelas perusahaan ditambah ½ daur. Umur rata-rata kelas perusahaan
adalah umur rata-rata tertimbang dari masing-masing kelas umur.
Kegiatan
Perencanaan
1.
Pengukuhan Kawasan Hutan (Tata
Batas)
Guna
memperoleh kepastian hukum tentang status, letak, batas, dan luas suatu kawasan
hutan perlu dilakukan kegiatan Pengukuhan Kawasan Hutan
Pengukuhan
kawasan hutan ® Penataan Batas
(Tata Batas), yang dilaksanakan oleh PTBH, melalui proses :
a.
Penunjukan
kawasan hutan
b.
Penataan batas
kawasan hutan
c.
Pemetaan kawasan
hutan
d.
Penetapan kawasan
hutan
2.
Penatagunaan
Kawasan Hutan
Meliputi
kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan
Hutan Lindung :
Ø dpl ≥ 2.000 m dan / atau
Ø kelerengan ≥ 40 % dan /
atau
Ø skor ≥ 175
Hutan Produksi :
Ø skor < 175
Hutan Konservasi :
Ø mempunyai ciri khas tertentu
3.
Penataan Hutan (
Tata Hutan)
Rangkaian kegiatan perencanaan yang meliputi
rekonstruksi batas, pembagian hutan dan inventarisasi hutan sebagai dasar dalam
penyusunan RPKH.
Gambar 3. Standar Operasional Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan KPH
Kedu Selatan
Gambar
4. Penyampaian materi perencanaan di Kantor KPH Kedu Selatan
3.1.2. Kegiatan Teknik Pemanenan
Getah Pinus (Pinus
merkusii)
Kegiatan
yang dilakukan pada pemanenan getah
pinus (Pinus merkusii) di KPH Kedu
Selatan yaitu:
A. Perencanaan
Sadapan
B. Pelaksanaan
Pemungutan (Penyadapan) HHBK Getah Pinus
1. Persiapan
Sadapan (Prasadap), jenis kegiatan diantaranya:
a. Alat-alat
Perlengkapan
b. Sensus
dan Pemberian Nomor Pohon
c. Pembagian
Blok Sadapan
d. Pembersihan
Lapangan Sadapan
e. Pembersihan
Kulit Pohon
f. Pembuatan
Rencana Quare/Mal Sadap
2.
Pelaksanaan Penyadapan, jenis kegiatan
diantaranya:
a. Sadap
Buka
b. Sadap
Lanjut
c. Pemberian
Cairan Asam stimulantia (CAS)
3. Pemungutan
Getah
Perencanaan
Sadapan
1. Prasadap
Prasadap adalah kegiatan
persiapan sadapan pada areal yang belum pernah di sadap yang dilaksanakan pada
triwulan III pada tahun sebelum sadap buka (T-1) dengan maksud agar dalam
pelaksanaan sadapan dapat di mulai tepat pada awal tahun kerja. Jenis kegiatan
persiapan adalah pembuataan batas petak sadapan, pembagian blok, sensus pohon
(pemberian nomor pohon), pembersihan/pembabatan lapangan sadapan, pengadaan
alat-alat/perlengkapan dan pembuatan rencana quare (mal sadapan).
A.
Alat-alat
Perlengkapan
Pemenuhan
kebutuhan alat-alat dan perlengkapan sadapan
dilksanakan pada awal tahun dan
disesuaikan dengan standar kebutuhan di lapangan dengan mengacu ke SK Direksi No. 2391/Kpts/Dir/2014 tanggal 24 Februari 2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Direksi Nomor
636/Kpts/Dir/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Perum
Perhutani. Peralatan dan
perlengkapan sadapan tersebut harus sudah sampai kepada penyadap dilapangan
sesuai dengan tata waktu (sebelum pekerjaan mulai di laksanakan).
Terdapat acuan standart peralatan sadap
adalah sebagai berikut:
- Petel
sadap/kadukul
- Keruk
getah
- Parang
- Talang
seng
- Tempurung
- Kotak
kayu/kaleng pungutan getah
- Batu
pengasah
- Minyak
tanah
- Penutup
tempurung
- Paku
penahan tempurungg dan seng
- Alat
pengukur dalam dan lebar quare
- Alat
pembuatan bahan rencana quare
B. Sensus
dan Pemberian Nomor Pohon
Pada
kegiatan ini, pohon pinus dalam satu blok/anak petak yang telah berumur 10
tahun keatas suapaya diberi tanda batas dan nomor urut.
C. Pembagian
Blok Sadapan
Pada Pembagian Blok Sadapan, areal
sadapan terlebh dahulu di bagi dalam blok-blok sadapan seluas 2-5 ha sesuai
dengan kemampuan penyadap. Batas blok sadapan dapat mengikuti batas blok
tanaman/pemeliaraan yang sudah ada, ditandai dengan menggunakan cat warna hijau
muda atau puttih pada pohon batas selebar 10 cm setngggi 180 cm sepanjang/setap
50 m atau sebatas kemampuan mata melihat.
D. Pembersihan
Lapangan Sadapan
Sebelum
di adakannya penyadapan, lapangan/areal sadapan harus dibersihkan dari persu
dan semak-semak, agar sinar matahari dapat langsung menyinari pohon pinus serta
memudahkan para pekerja dan petugas untuk melaksanakan pengawasan.
E. Pembersihan
Kulit Pohon
Pada bagian batang
yang akan disadap, kulitnya harus dibersihkan/dikerok setebal 3 mm, lebar 15 cm
tinggi 60 cm (tiap tahun), mulai setinggi 20 cm diatas tanah tanpa melukai
kayunya. Pembersihan kulit kayu dilakukan dengan menggunakan parang yang tajam
agar pada proses pengulitan diharapkan tidak ada kerusakan pada pohon pinus
yang dibersihkan kulitnya. Pembersihan kulit pohon juga harus dilaksanakan
terhadap sadap lanjut pada permukaan lain pada pohon yang sama.
Gambar
5. Pensayatan Kulit
Pohon yang dilakukan pada petak 26 RPH Kaliwiro
F. Pembuatan Rencana
Quare/Mal Sadap
Bagan Quare (mal sadap) dibuat tepat
di tengah-tengah pohon yang telah dibersihkan dengan ukuran lebar 6 cm, tinggi
60 cm (terdiri dari 12 kotak quare a 5 cm dan 10 cm untuk sadap buka).
Sebaiknnya diusahakan alat khusus untuk membuat bagan rencana quare berbentuk
garpu melengkung dengan dua gigi tajam dengan jarak 6 cm. Pembuatan bagan quare
diatur sedemikian rupa sehingga menghadap kearah yang sama (menghadap kearah
jalan pemeriksaan).
2. Pelaksanaan
Penyadapan
A.
Sadap
Buka
Sadap buka adalah penyadapan awal pada pohon pinus yang
telah berumur 11 tahun atau 60% jumlah pohon-pohonnya
telah mencapai keliling ≥ 55 cm setelah melalui proses prasadap.
Sadap buka dilakukan dengan pembuatan quare pertama sesuai batasan mal yang
telah dibuat setinggi 20 cm dari permukaan tanah lebar 4 cm dan tinggi 10 cm
dengan kedalaman maksimum 1,5 cm. Pada tahun pertama saluran tengah dibuat dari
bawah ke atas, dengan menggunakan groove
cutter, dengan dimensi ukuran lebar saluran tengah 10 mm, tinggi 60 cm,
kedalaman 2 mm, yang dilanjutkan membuat saluran sadap yang dimulai dari ujung
bawah saluran tengah ditarik ke samping kiri sesuai pola yang telah dibuat,
demikian pula dibuat saluran kearah kanan. Selanjutnya memasang talang sebagai saluran getah ke alat tampung
getah
, talang dipasang dibawah saluran tengah dengan cara ditekuk di bagian tengah
dan ditekan menggunakan alat pemukul (palu) dan memasang tempurung +
5 cm dibawah talang.
Gambar 6. Pembuatan
mal sadap pada pohon pinus yang akan di sadap
B.
Sadap
Lanjut
Sadap lanjut adalah kegiatan pembaharuan sadapan setelah
sadap buka termasuk kegiatan pembuatan quare baru pada bidang lain pada pohon yang sama.
Melakukan pembaharauan
lanjutan sadapan yang dilakukan setiap 3 (tanpa stimulansia) atau 5 hari sekali
(dengan stimulansia), dengan ketentuan setiap pembaharuan
maksimum 5 mm, kedalaman 1,5 cm dengan demikian luka sadapan dalam satu bulan
terdapat 30/3 x 5 mm = 5 cm (maksimum). Dalam 1 tahun terdapat 12 x 5 cm = 60
cm dan dalam 4 tahun setinggi 250 cm (termasuk quare permulaan setinggi 10 cm).
Pada setiap mulai pembaharuan quare, talang dan tempurung harus dipisahkan
terlebih dahulu atau ditutup, hal tersebut agar talang dan tempurung tidak
terkena serpihan kayu . Setelah pembaharuan quare mencapai 20 cm (setiap quare
bertambah 20 cm), talang dan tempurung harus ikut dinaikkan
C.
Pemberian
Cairan Asam stimulantia (CAS)
Pemberian
cairan asam stimulantia (CAS) digunakan untuk meningkatkan produktivitas getah
dengan ketentuan sebagai berikut:
·
Perlakuan dengan CAS dapat digunakan pada
tegakan pinus yang terletak pada ketinggian > 700 m dpl
· Pemberian
CAS harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati
· Standar
konsentrasi menggunakan perbandingan 10 % -15 % untuk metode quare.
· Agar
penggunaan CAS efektif, perlu penyesuaian konsentrasi sesuai situasi dan
kondisilapangan (ketinggian tempat dll) serta keadaan musim (musim kemarau atau
musim hujan) berdasarkan ketentuan penggunaannya.
· Air
yang digunakan untuk campuran CAS haruslah air yang benar-benar bersih.
3.
Pemungutan
Getah
Pemungutan getah dilaksankan setiap 10 hari sekali, dengan cara menumpahkan getah
dari alat tampung kedalam ember atau badeng pikul, dengan memisahkan antara getah yang
baik dengan yang jelek (kerokan) kedalam badeng/ember yang terpisah.
Pemungutan getah harus menggunakan alat keruk, selanjutnya getah dkumpulkan
dalam kotak kayu atau ember kaleng plastik (kapasitas 20-25 kg).
Pada akhir proses pengerukan/peludangan,
agar dilakukan pembersihan batok sehingga benar-benar bersih dari sisa-sisa
kotoran/getah, hal ini untuk menghindari pencampuran getah lama dan baru yang
nantinya akan mempengaruhi mutu getah. Kemudian menerima setoran getah dari penyadap di TPG melalui tahap
membuang kotoran dan air, serta melakukan sortasi getah berdasarkan sample mutu
dan
melakukan penyaringan untuk
meningkatkan kondisi mutu getah yang disetor oleh penyadap
serta
menimbang getah dan mencatat
berat getah dan membayar
biaya iname getah kepada penyadap atau pekerja lainnya sesuai mutu dan volume
getah yang diterima sesuai dengan tarif yang berlaku, dengan cara kontan.
Biaya
angkut untuk para pekerja penyadap getah yaitu Rp.3000 sesuai dengan jauhnya jarak
pikul. Upah dilapangan menggunakan
kuitansi dan lampiran daftar pembayaran.
Upah para pekerja penyadap getah dibagi per periode yang dimana per
periode dibagi atas dua yakni periode pertama dari tanggal 1- 15 dan periode
kedua dari tanggal 16-30 ini dikarenakan sesuai dengan target sadap . Target sadap getah tergantung oleh NPS dan
NPS ada kesepakatan dari KPH berupa RTT dan ada kesepakatan dari RPH antara
mantri dan mandor.
Gambar 7. Penerimaan upah penyadap getah
Gambar
8.
Tempat Pemungutan Getah di TPG Depok
Gambar
9.
Proses serah penerimaan getah dari para penyadap
3.1.3. Kegiatan Persemaian
Kegiatan pembuatan persemaian pada
BKPH Ngadisono mengikuti standar operasional prosedur pembuatan persemaian
pinus. Hal ini ini dikarenakan upaya pengembangbiakan bibit pinus pada
persemaian tidak jauh berbeda dengan pengembangbiakan bibit mahoni yang
terletak pada persemaian yang sama.
Kegiatan :
1)
Pembersihan
Lapangan dan Pengaturan Lahan.
2)
Pembuatan
Bedeng Tabur.
3)
Pelaksanaan
Persemaian
Persemaian dilaksanakan dengan
memindahkan bibit yang telah dibeli
kedalam polybag yang telah disusun pada persemaian. Kegiatan ini lebih efisien dalam
segi waktu dikarenakan untuk menumbuhkan benih membutuhkan waktu selama ± 1
bulan. Lalu bibit yang telah ditanam ke dalam polybag disiram agar menjadi
jenuh. Persemaian yang berada di RPH Sapuran merupakan persemaian
swadaya yang dibangun guna memenuhi kebutuhan bibit yang telah di suplai dari
pembibitan pusat di Bruno Purworejo. Jumlah bibit yang tersedia di persemaian
swadaya ini sebanyak 30.000 bibit secara keseluruhan.
Gambar 10. Bibit pinus yang tersedia
dan siap ditanam
Gambar 11. Foto lokasi persemaian
swadaya RPH Sapuran
3.1.4 Kegiatan Pemeliharaan
Pemeliharaan
tanaman merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan silvikultur intensif yang
termasuk kedalam aspek manipulasi lingkungan. Pada hutan produksi, manipulasi
lingkungan diperlukan untuk mendapatkan produktifitas hasil hutan yang tinggi.
Kegiatan manipulasi lingkungan yaitu berupa pemeliharaan tegakan. Pemeliharaan
tegakan meliputi kegiatan pembersihan tumbuhan bawah, pendangiran, pemupukan,
pengaturan jarak tanam, penyulaman, penjarangan dan pengelolaan hama terpadu.
Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan dalam pengelolaan tegakan pinus di BKPH Ngadisono, KPH Kedu
Selatan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Pemeliharaan tegakan pinus
adalah suatu upaya untuk merawat dan menjaga tanaman pinus dari gangguan yang
dapat merubah atau merusak pertumbuhan dan produktifitas pinus. Pemeliharaan
tanaman pinus di lakukan dalam dua tahap yaitu pemeliharaan tanaman awal dan
pemeliharaan lanjutan.
A.
Pemeliharaan
Awal
Pemeliharaan
awal tanaman dilakukan mulai dari bibit telah ditanam dilapangan sampai umur 3
tahun. Pemeliharaan awal pada areal tumpang sari dilakukan bersama dengan pesanggem yang
juga ikut memanfaatkan lahan
selama 3 tahun. Kegiatan yang dilakukan pada pemeliharaan awal yaitu sebagai
berikut.
1.
Babat Jalur
Babat
jalur yaitu kegiatan pembersihan gulma atau tumbuhan bawah pengganggu yang
menggannggu pertumbuhan tanaman pokok. Kegiatan Babat jalur di BKPH Ngadisono
telah banyak dilakukan pesanggem dengan sistem tumpang sari. Babat jalur yang
dilakukan oleh pesanggem, selain untuk membersihkan tanaman pokok dari gulma
juga agar tanaman palawija yang ditanam di sela-sela tanaman pokok dapat tumbuh
dengan baik dengan meminimalisir persaingan. Akan tetapi, pembabatan tumbuhan
bawah yang dilakukan oleh pesanggem hingga tanah menjadi gundul akan
memperbesar laju erosi dan pengikisan unsur hara. Hal ini akhirnya akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pokok.
Gambar 12. Kegiatan Pembersihan Tanaman Bawah
2. Pendangiran
Kegiatan pendangiran pada tanaman
pinus sangat diperlukan karena tanaman pinus memerlukan tanah yang mempunyai
aerasi baik dan tidak tergenang air. Jenis dangir yang dilakukan di BKPH Ngadisono
adalah dangir piringan. Dangir piring adalah bentuk pendangiran yang dilakukan
dengan cara menggemburkan tanah mengelilingi tanaman (bentuk piring) membentuk
gundukan dengan diameter 1 meter.
Gambar 13. Pembuatan dangir
piring pada tanaman pokok yang dilakukan oleh
Pak Mantri
3.Penyulaman
Penyulaman merupakan kegiatan
mengganti tanaman yang mati atau layu dengan bibit yang sehat dan seumur.
Penyulaman dilakukan apabila persentase hidup tanaman kurang dari 80%. Kegiatan penyulaman
tanaman pinus dilakukan pada
tanaman pinus berumur satu
tahun.
4. Pemupukan
Kegiatan pemupukan tanaman pinus di
BKPH Banjarnegara dilakukan dengan membuat dua lubang sedalam 10 cm dan
berjarak 25cm dari tanaman pokok. Setelah dipupuk kemudian lubang tersebut di
tutup kembali dengan tanah. Pupuk yang digunakan untuk pemupukan tanaman pinus
adalah pupuk jenis urea dengan dosis 100g.
B.
Pemeliharaan
Lanjutan
Pemeliharaan lanjutan dilakukan setelah
tanaman lepas kontrak dengan pesanggem. Pemeliharaan lanjutan dilakukan langsung oleh mandor pemeliharaan yang
meliputi: pembuatan batas lokasi, pembuatan dan pemasangan papan lokasi
pemeliharaan, pembabatan tumbuhan liar, pemangkasan tanaman sela, tanaman tepi,
dan tanaman pagar. Pemeliharaan tanaman lanjutan bertujuan
untuk memberikan ruang tumbuh dan pertumbuhan yang sehat bagi tegakan muda.
Kegiatan
pemeliharaan lanjutan lain yang juga penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman pinus adalah penjarangan. Penjarangan merupakan
kegiatan memelihara pohon-pohon yang terbaik pada suatu
tegakan dengan memberi ruang tumbuh yang cukup bagi tegakan tinggal, sehingga
produktifitas tegakan tinggal menjadi lebih tinggi. Adapun pohon-pohon yang perlu dijarangi adalah pohon yang
cacat, terserang hama penyakit, tertekan, pohon pengganggu, dan pohon yang
pertumbuhannya kurang atau abnormal.
Gambar 14. Contoh pohon yang akan dilakukan
penjarangan dengan
diberi tanda x
3.1.5
Kegiatan
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Perum
perhutani pada tahun 2001 mengeluarkan program pemberdayaan masyarakat sekitar
hutan sebagai suatu sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat.
Program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan kerangka
perhutanan sosial dengan prinsip bersama, berdaya, berbagi dan transparan. PHBM dalam Perum Perhutani adalah sistem
pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan Perum Perhutani bersama masyarakat
desa atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan
(stakeholder) dengan konsep berbagi, sehingga kepentingan bersama dapat
tercapai dan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan
secara optimal dan proporsional.
Masyarakat sekitar hutan
berpartisipasi melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). LMDH merupakan lemabaga yang dibentuk pada
masing-masing desa yang wilayahnya terdapat lahan kelola Perhutani. LMDH berperan sebagai representasi masyarakat
desa hutan dan memiliki kewenangan untuk bekerja sama dengan Perhutani dalam
melaksanakan kegiatan apapun terkait dengan petak hutan negara yang berada di
wilayah desa tempat LMDH tersebut berada.
Kegiatan yang dilakukan oleh LMDH Alas Lembah Menjangan yakni kelola sosial dengan memanfaatkan dana perolehan sharing untuk membangun
bangunan sekretariatan LMDH Alas Lembah Menjangan untuk memudahkan koordianasi
antara anggota dan sebagai pusat kegiatan perencanaan dan monitoring kegiatan
dengan mandor pendamping LMDH. LMDH Alas Lembah Menjangan juga secara
bertahap membantu Desa Gumelar untuk melengkapi sarana dan prasarana desa
dengan memanfaatkan dana perolehan sharing. Pemanfaatan dana dalam upaya melengkapi sarana
dan prasarana desa diantaranya adalah membangun Tempat Pembelajaran Al-Qur’an
(TPA).
dengan mandor pendamping LMDH. LMDH Alas
Lembah Menjangan juga secara bertahap membantu Desa Gumelar untuk melengkapi
sarana dan prasarana desa dengan memanfaatkan dana perolehan sharing. Pemanfaatan dana dalam upaya melengkapi sarana
dan prasarana desa diantaranya adalah membangun Tempat Pembelajaran Al-Qur’an
(TPA).
Gambar 15. Kantor
sekretariat LMDH Alas Lembah Menjangan RPH Kaliwiro BKPH
Ngadisono sebagai bentuk pemanfaatan sharing
Gambar 16. Gedung TPA sebagai bentuk pemanfaatan
perolehan hasil sharing LMDH Alas Lembah Menjangan RPH
Kaliwiro BKPH Ngadisono
3.1.6
Kegiatan Penebangan dan TPK (Tempat
Pengumpulan Kayu)
Kegiatan
Penebangan
Kegiatan
penebangan yang dilakukan pada saat praktik umum dilaksanakan di BKPH Gombong
Selatan. Kegiatan penebangan dilakukan di lain BKPH dikarnakan di BKPH
Ngadisono sedang tidak melaksanakan kegiatan penebangan. Penebangan kali ini
dilaksanakan di petak 26 yang memiliki luasan 2,5 ha. Penebangan dilakukan
dalam jangka waktu satu bulan dengan jumlah 386 pohon. Namun pada pelaksanaan
di hari tersebut hanya dilakukan penebangan sekitar 7 pohon dengan jenis yang
ditebang yakni pohon sengon. Ukuran panjang log kayu pada saat itu dilakukan
sesuai dengan permintaan pasar, diwaktu penebangan ini pelaksana penebangan
diminta untuk memenuhi kebutuhan log kayu dengan dimulai dari ukuran 2 m, 4 m,
dan 5 m. Setelah dilakukannya penebangan, dilakukan kegiatan pengisian
blanko penenbangan yang dilakukan bersama bapak kepala TPK bapak Kusdianto.
Gambar 17. Kegiatan penebangan di BKPH Gombong Selatan
Gambar 18. Kegiatan pengukuran log kayu di BKPH
Gombong Selatan
Kegiatan TPK
(Tempat Pengumpulan Kayu)
Kayu yang telah melalui proses penebangan,
kayu tersebut dikumpulkan di TPK setempat. Kegiatan ini dilakukan di TPK
Dempes. Kegiatan ini melihatkan bagaimana kayu kayu mengalami pengujian sebelum
dilakukannya penjualan.
Pengujian
kayu dilakukan berdasarkan jenis, sortimen, kelas panjang, diameter, mutu, dan
status. Blanko pengangkutan kayu yang telah dilakukan tercatat dengan jenis DK
304 dan pada saat penerimaan kayu tercatat pada jenis blanko DK 305/1.
Gambar 19. Pengujian kayu dengan dilakukannya
pengukuran diameter
Gambar 20. Tempat pengumpulan kayu berdasarkan ukuran
log kayu
Gambar 21. Lokasi TPK Dempes
3.1.7
Kegiatan Berdasarkan Topik Pengamanan Hutan
Kegiatan
pengamanan yang dilakukan oleh polter secara umum dibagi menjadi dua yaitu
kegiatan patroli observasi dan komunikasi sosial.
Tabel
6. Kegiatan Pengamanan pencurian kayu di RPH Sapuran BKPH
Ngadisono oleh Polter
No
|
Nama
Kegiatan
|
Keterangan
|
1
|
Patroli
Observasi
|
-
Dilakukan tidak secara rutin jika keadaan dalam
keadaan aman
-
1*24 jam jika dalam keadaan rawan
-
Dilakukan dengan berkeliling petak petak yang
dianggap rawan
-
Dilakukan untuk mengetahui kejadian pencurian kayu
agar ditindaklanjuti sesuai prosedur Perhutani
-
Dilakukan minimal 2 petugas Perhutani
-
Melakukan peleteran ketika terjadi pencurian kayu
|
2
|
Komunikasi
sosial
|
-
Melakukan kegiatan pembinaan kepada masyarakat
tentang pengamanan hutan
-
Mensosialisasikan peraturan perundang-undangan
tentang pencurian kayu yang berlaku
-
Pembinaan dan sosialisasi dilakukan dalam bentuk
PHBM dengan membentuk LMDH.
-
Melakukan pertemuan dengan LMDH dalam jangka waktu 1
kali dalam sebulan
|
Kegiatan pengamanan tidak hanya
dilakukan oleh segenap aparat Perhutani, kegiatan patrol juga merupakan
tanggung jawab setiap masyarakat yang berada di sekitar hutan dan memanfaatkan
sumberdaya yang ada di hutan.
Sarana
dan Prasarana Pengamanan
Tabel
7. Sarana dan Prasarana Pengamanan Pencurian Kayu di RPH Sapuran
BKPH Ngadisono
No
|
Nama
sarana dan prasarana
|
Jumlah
(buah)
|
Kepemilikan
|
1
|
Motor
|
9
(milik pegawai)
|
Pribadi
|
2
|
Seragam
Polhut
|
9
(milik pegawai)
|
Perhutani
(mandor)
|
3
|
Senter
|
9
(milik pegawai)
|
Pribadi
|
4
|
Buku
saku
|
2
(Polter)
|
Perhutani
(polter)
|
Sarana
dan prasarana yang disediakan untuk kegiatan patrol keamanan disediakan oleh
pihak Perhutani namun juga milik pribadi mandor petugas. Sarana dan prasarana
yang digunakan saat ini lebih mendukung pada kegiatan pendekatan masyarakat,
dapat dilihat dari tidak digunakannya senjata api oleh petugas.
Struktur
Organisasi Pengamanan Pencurian Kayu
Struktur organisasi pengamanan di tingkat RPH pada
dasarnya hampir
sama dalam hal jalur komando, yaitu komando oleh KRPH. Akan tetapi fungsi dari
mandor Polter adalah mengkoordinir mandor lainnya sebagai Polhut dalam
pengamanan hutan, berikut di sajikan dalam bentuk diagram alir (Gambar 22).
Gambar 22. Bagan Struktur Organisasi Pengamanan Pencurian Kayu
di RPH
Sapuran BKPH Ngadisono
Gambar 23. Foto kegiatan ketika melaksanakan patrol bersama polhut
Gangguan
Pencurian Kayu di RPH Sapuran BKPH Ngadisono
Tabel
8. Data Pencurian Kayu di RPH Sapuran BKPH Ngadisono yang diperoleh
dari tahun 2014 sampi tahun 2016
No
|
petak
|
Tanggal temuan
|
Keterangan
|
1
|
32
E
|
5
Agustus 2016
|
-
Pohon sengon sebanyak 5 pohon dengan total kerugian
sebesar 168.000
|
2
|
32
E
|
27
Juli 2016
|
-
Pohon sengon sebanyak 31 pohon dengan total kerugian
1.290.000
|
3
|
33
G
|
1
April 2016
|
-
Pohon sengon sebanyak 30 pohon dengan total kerugian
2.653.500
|
4
|
36
B1 dan 37 C2
|
28
Desember 2015
|
-
Pohon sengon sebanyak 16 dengan total kerugian
1.672.000
|
5
|
32
I
|
15
Oktober 2015
|
-
Jenis pinus dengan total kerugian 450.000
|
6
|
38
H
|
1
Oktober 2015
|
-
Jenis pinus dengan total kerugian 5.625.000
|
7
|
33
C dan 34 J2
|
6
Oktober 2015
|
-
Jenis damar dan sengon dengan total kerugian
4.587.000
|
8
|
38
A
|
20
Januari 2014
|
-
Jenis pinus sebanyak 51 pohon dengan total kerugian
75.530.000
|
9
|
39
O
|
7
Januari 2014
|
-
Jenis pinus sebanyak 82 pohon dengan total kerugian
35.377.000
|
Gambar 24. Area petak 32 lokasi ditemukannya pencurian
kayu
Data
pencurian didapatkan berdasarkan data kantor di RPH Sapuran BKPH Ngadisono KPH
Kedu Selatan. Jenis pohon yang dicuri oleh pelaku pencurian paling banyak
merupakan bukan pohon yang menjadi pohon pokok di RPH Sapuran.
Pengamanan hutan dan hasil hutan merupakan
sebagian dari kegiatan perlindungan hutan dan hasil hutan yang dilaksanakan
secara teknis, patroli observasi taktis dan professional, baik di dalam maupun
di luar kawasan hutan. Kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia serta prasarana perlindungan sumberdaya hutan berpengaruh
besar terhadap keberhasilan upaya pengamanan hutan. Daerah-daerah yang dianggap
sebagai titik kerawanan perlu dilakukan nya pengamanan hutan (Perum Perhutani,
2004).
Kegiatan patroli observasi yang dilakukan di RPH Sapuran oleh polter
(Polisi Teritorial) jajaranya merupakan kegiatan pengamanan yang bersifat
langsung.
Tujuan nya
untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan hutan yang dapat merusak sumberdaya
hutan. Menurut Dirjen PHKA (2014) Patroli adalah kegiatan pengawasan pengamanan
hutan yang di lakukan dengan cara gerakan dari satu tempat ke tempat lain oleh dua atau tiga orang atau lebih di wilayah hutan yang menjadi tanggung jawab
nya atau daerah tertentu dimana
terjadi pelanggaran/kejahatan atas hasil hutan. Secara teratur dan selektif
atau tergantung situasi dan kondisi keamanan hutan dengan tujuan mencegah
gangguan terhadap hutan dan hasil hutan,mengetahui situasi lapangan serta
melakukan tindakan terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan yang ditemukan pada
waktu patroli. Patroli
keamanan hutan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan keamanan hutan, yang
dilaksanakan oleh petugas KPH sendiri atau gabungan dengan instansi lain
nya dengan cara mengadakan
penjelajahan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan (Soetrisno, 2006).
Polter sebelum melakukan kegiatan patroli wajib mengetahui petak yang
rawan terhadap gangguan keamanan. RPH Sapuran, petak yang rawan gangguan keamanan hutan biasanya
dilakukan yang berada di area yang berdekatan dengan indusrti kayu
lapis. Tingkat
pencurian kayu cukup dikatakan tinggi dikarnakan banyaknya industri kayu lapis
yang berasal dari masyarakat sekitar hutan, rata rata industri kayu yang
terdapat di RPH Sapuran belum sepenuhnya teridentifikasi, sedangkan untuk
industry kayu lapis yang telah teridentifikasi terdata hanya empat industri
seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tabel
9. Data industri kayu lapis yang telah di identifikasi di RPH Sapuran tahun
2016
No
|
Industri
|
Alamat
|
Nama
pemilik
|
1
|
CV.
Mekar Abadi I
|
Ds
Sapuran, kec Sapuran Wonosobo
|
Aryadi
|
2
|
CV.
Mekar Abadi II
|
Ds
Sapuran, kec Sapuran Wonosobo
|
Aryadi
|
3
|
CV.
Mekar Abadi III
|
Ds
Sapuran, kec Sapuran Wonosobo
|
Aryadi
|
4
|
CV.
Tmi
|
Ds,Kedalon,
kec Sapuran Wonosobo
|
Nanang
|
Sumber : Kantor
RPH Sapuran BKPH Ngadisono
Kegiatan patroli di RPH Sapuran BKPH Ngadisono yang memiliki kelas hutan
pinus dan damar berbeda dengan kawasan Perum Perhutani yang memiliki kelas
hutan jati. Kelas
hutan pinus dan damar kegiatan patroli lebih sering dilakukan pada siang hari,
namun tidak menutup kemungkinan dilakukan juga ada malam hari. Kegiatan patroli siang hari biasa nya dilakukan pada pukul 13.00-17.00 WIB jika dalam
keadaan aman, namun jika keadaan dalam sedang rawan patroli dilakukan dari pukul 06.00-18.00 yang kemudian
dilanjutkan patroli malam dari pukul 19.00-03.00 dini hari.
Kegiatan patroli dilakukan juga
kegiatan pemeriksaan pal batas petak hutan.Pemeriksaan ini dilakukan agar petak
jelas batasnya, biasanya pal dapat rusak atau tercabut karena disengaja oleh
manusia, hewan atau bencana alam. Kerusakan yang terjadi di pal batas akan
dilaporkan oleh polter kepada KRPH kemudian akan dilaporkan kepada Asper dalam
laporan triwulan.
Gambar 24. Pemeriksaan pal batas
Selain
kegiatan patroli observasi yang dilakukan oleh petugas pengamanan, kegiatan pengamanan
lainnya adalah kegiatan komunikasi sosial. Kegiatan komunikasi sosial dilakukan
oleh petugas Perhutani kepada masyarakat yang berada umumnya di sekitar hutan,
yang tergabung dalam kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Tiap
petugas Perum Perhutani juga dituntut menyatu dan berbaur oleh masyarakat serta
peduli terhadap masyarakat sekitar hutan, untuk cara bertindak petugas dapat
dengan melakukan kegiatan silaturahmi baik formal maupun non formal, menghadiri
acara-acara yang dilakukan oleh masyarakat serta melakukan penyuluhan dan
pembinaan secara santun dan tidak merugikan masyarakat. Komunikasi sosial dilakukan oleh seluruh jajaran
petugas Perum Perhutani dengan melakukan penyuluhan terhadap kalangan
masyarakat dengan tujuan pencegahan atau penanganan masalah.
Pendekatan
sosial menurut Perhutani (2008) dilakukan sebagai salah satu upaya tindakan
pencurian kayu karena program program yang bersifat sosial diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Kegiatan
komunikasi sosial dilakukan dengan tujuan agar masyarakat mendapatkan pemahaman
tentang pentingnya menjaga hutan untuk kepentingan bersama.
Kegiatan sosial ini juga yang dikatakan cara paling efektif dalam pelaksanaan
kegiatan pengamanan hutan, melalui program LMDH tingkat pencurian bisa ditekan
dalam keadaan minimal. Program LMDH yang diusung oleh pihak Perhutani memiliki
sistem bekerja sama bersama masyarakat sekitar hutan untuk program pengembangan
ekonomi masyarakat, dengan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan
menjadikan keberlanjutan akan keberadaan hutan dan sumber daya alam nya.
Sarana dan prasarana
merupakan aspek penting dalam kegiatan pengelolaan sumber daya hutan, salah
satunya adalah kegiatan pengamanan sumber daya hutan. Sarana dan prasarana
dalam bidang pengamanan hutan di RPH Sapuran BKPH Ngadisono dapat dikatakan
belum layak, misalnya untuk penyediaan sarana transportasi untuk kegiatan
patroli tidak disediakan dari pihak Perhutani, alat transportasi berupa
kendaraan roda dua yang digunakan oleh polter merupakan kendaraan pribadi,
tidak hanya itu medan yang berat berupa hutan dengan perbukitan diamankan
dengan kendaraan pribadi yang kurang sesuai. Selain itu sarana seperti alat
patroli lain nya yang berupa senter, sepatu boat, helm kendaraan tidak
disediakan oleh Perhutani. Pihak Perhutani hanya menyediakan pakaian dinas, dan
buku saku melakukan patroli.
Pencurian kayu merupakan salah satu bentuk gangguan keamanan hutan yang
menduduki rangking pertama dalam kontribusi nilai kerugian perusahaan
berdasarkan SK. Dir. No.664/Kpts/DIR/2010 tentang tarif untuk menentukan
kerugian akibat dari kejahatan dan atau pelanggaran terhadap hutan dan hasil
hutan. Berikut klasifikasi pencurian kayu.
1 Tipe A Pencurian perorangan, untuk kebutuhan sendiri, jumlah
pelaku 1-2 orang, alat yang digunakan manual, jumlah kehilangan kurang dari 5
pohon.
2 Tipe B Pencurian perorangan, untuk dijual/komersil, jumlah
pelaku 1-6 orang, alat yang digunakan manual, jumlah kehilangan sampai dengan
10 pohon.
3 Tipe C Pencurian berkelompok, untuk dijual/komersil, jumlah
pelaku sampai 50 orang, alat yang digunakan manual dan mekanik, alat angkut
kendaraan roda 2 atau lebih, jumlah kehilangan lebih dari 10 pohon.
4 Tipe D Pencurian
secara perorangan atau sindikasi, terorganisir, melibatkan kekuatan massa, ada
keterlibatan oknum, jaringan penadah, alat yang digunakan manual dan mekanik,
alat angkut kendaraan roda 4 atau lebih, jumlah kehilangan lebih dari 10 pohon.
Berdasarkan pada Petunjuk Kerja Penanganan dan
Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Sisa Pencurian, Kayu Temuan dan Kayu Bukti Perum
Perhutani dijelaskan bahwa.
a. Kayu sisa
pencurian adalah hasil hutan kayu yang ditemukan di dalam kawasan hutan yang
dikelola Perum Perhutani, tanpa diketahui pelakunya.
b. Kayu temuan adalah hasil kayu yang berasal
dari kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, yang ditemukan di luar
kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani tanpa diketahui pelakunya.
c. Kayu bukti adalah hasil hutan kayu yang ditemukan
di dalam maupun di luar kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, diketahui
atau bersamaan dengan pelakunya (Perum Perhutani, 2007).
Penanganan kayu sisa pencurian, kayu temuan dan kayu bukti perlu
dilakukan agar terciptanya keteraturan administrasi ataupun pelaksanaan
pengamanan hutan di lapangan. Berikut adalah tata cara penanganan kayu sisa
pencurian, kayu temuan dan kayu bukti :
Penanganan kayu
sisa pencurian yang berasal dari petak tebangan :
1. Melakukan identifikasi dan pengukuran atas kayu yang ditemukan
(jenis, ukuran, jumlah batang, asal usul kayu/petak).
2. KRPH membuat Laporan Huruf A (Letter A) atas penemuan kayu di petak
yang berada di wilayah kerjanya, kemudian dimasukan dalam Register Letter A.
3. Setiap tunggak dihitung keliling batang dan tinggi tunggak,
kemudian dicatat dalam buku saku polter
hutan. Penandaan juga dilakukan pada tunggak dengan menuliskan keliling
tunggak, tinggi tunggak, tanggal penemuan, dan paraf penemu.
4. Penemuan kayu sisa pencurian langsung dapat diterima sebagai
penerimaan persediaan di hutan.
5. Pada saat ditemukan kayu sisa pencurian masih berada didekat
tunggaknya, maka mandor tebang pada petak yang dimaksud mencatat pada buku
Taksasi batang perbatang sebagai realisasi produksi serta pada kolom keterangan
ditulis tanggal, nomor Huruf A-kehilangan pohon dan tanggal Huruf A-penemuan
kayu sisa pencurian.
6. Penemuan kayu sisa pencurian dari tunggak tetapi masih dalam petak
tebangan dalam buku Taksasi pada kolom keterangan ditulis tanggal, nomor Huruf
A-kehilangan pohon dan tanggal nomor Huruf A-penemuan kayu sisa pencurian.
7. Penanganan dan penatausahaan kayu sisa pencurian sejak penerimaan,
penghelaan dan angkutan serta di TPK/TPn, sesuai ketentuan tata usaha hasil
hutan yang berlaku di Perum Perhutani diberi tanda : Sisa Pencurian pada setiap
Blangko DK yang digunakan.
Gambar 25. Peleteran tunggak pohon sengon penemuan pencurian kayu di
petak
32 E RPH Sapuran
BKPH Ngadisono bersama pak mantri
Gambar 26. Tunggak pohon bekas pencurian kayu yang
telah dilakukan peleteran
di petak 32 E RPH Sapuran
BKPH Ngadisono
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kegiatan Praktik Umum
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk merasakan pengalaman yang belum
pernah dirasakan selama duduk dibangku perkuliahan, sehingga banyak pengalaman
yang didapatkan mahasiswa pelaksana praktik umum. Jenis
jenis pengamanan hutan yang dilakukan di
tingkat RPH Sapuran meliputi komunikasi sosial dan patrol yang dilakukan secara
berkala serta gangguan yang terjadi di tingkat RPH Sapuran yakni pencurian kayu
yang terjadi sebanyak 9 kasus terhitung sejak tahun 2014 sampai tahun 2016.
4.2 Saran
Pengadaan sarana dan prasarana pengamanan
(kendaraan patroli, alat komunikasi terpadu, pos pengamanan, alat keselamatan pekerja,
dan lain-lain) harus segera diupayakan agar dapat mendukung pelaksanaan
kegiatan upaya pengamanan hutan untuk lebih baik lagi. Perlu meningkatkan
kerjasama dan kepedulian kepada masyarakat sekitar hutan untuk menjaga
kelestarian hutan dari gangguan keamanan hutan sehingga fungsi hutan tidak
terganggu. Serta perlu di tingkatkan nya kesejahteraan para karyawan baik yang
di lapangan maupun bukan di lapangan melalui peningkatan gaji dan peningkatan
sarana prasarana.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen
PHKA. 2014. Petunjuk Pelaksanaan
Operasional Satuan Polhut Reaksi
Cepat.
Jakarta: Kementrian Kehutanan RI.
Presiden Republik Indonesia. 2007. Peraturan
Pemerintah
Nomor 06 Tahun 2007 Tentang Tata
Hutan dan
Penyusunan
Rencana
Pengelolaan
Hutan, Serta Pemanfaatan
Hutan. Jakarta:
Kementrian Kehutanan.
Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2010. Tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara. Perum Perhutani. Jakarta.
Perum Perhutani. 2004. Petunjuk Kerja Penanganan dan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Sisa
Pencurian Kayu Temuan dan Kayu Bukti. Perum Perhutani. Jakarta.
Perum Perhutani. 2007. Kajian Keamanan. Perum Perhutani. Jakarta
Perum Perhutani. 2008. Standar Oprasional Monitoring Pencurian Kayu Standar Oprasional Penanganan Pencurian Kayu Standar Oprasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Standar Oprasional
Penggembalaan. Purworejo: Perum Perhutani.
Qirom, M.A., M.B. Saleh dan B. Kuncahyo. 2012. Aplikasi Citra Alos Palsar Untuk Pendugaan
Simpanan Karbon Di Hutan Tanaman Akasia. Bogor: Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman Vol. 9 No. 3. September 2012, 121-134.
Soetrisno, A.
2006. Kajian Keamanan Hutan. Madiun: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumberdaya Manusia. Perum
Perhutani.
Surat Keputusan Direksi Perhutani. 2013. No.
2889/KPTS/I/2013. Jakarta.
Surat Keputusan Direksi Perhutani. 2010. No.
664/KPTS/DIR/2010. Jakarta.
Tim
Penyusun Praktik Umum Fakultas Pertanian.
2016. Buku Panduan Praktik
Umum Fakultas Pertanian. Bandar Lampung: Buku.
Universitas Lampung.
LAMPIRAN
Ganbar 1. Peta
lokasi pencurian kayu pada petak 32 E
Gambar 2. Peta Wilayah Kerja BKPH Ngadisono KPH Kedu Selatan
Gambar 3. Struktur
Organisasi BKPH Ngadisono
Gambar 4. Foto
bersama mandor dan ketua LMDH
Ganbar 5. Foto
pada saat pelaksanaan diskusi bersama LMDH dalam kegiatan
komunikasi sosial
Gambar
6. Foto bersama polhut dan mandor polter
setelah pelaksanaan patroli
dan pengecekan lokasi pencurian
Gambar
7. Foto bersama pak mantri dan pak mandor setelah pelaksanaan
patroli malam
Gambar 8. Foto
bersama pak mantri dan para mandor RPH Sapuran BKPH
Ngadisono KPH Kedu Selatan
Gambar 9. Foto
bersama kelompok Praktik Umum dengan keluarga besar Bapak
Asisten Perhutani BKPH Ngadisono
Gambar 10.
Pengarahan pada saat pelaksanaan kunjugan wisata di Gombong
Selatan
Gambar 11. Lokasi
wisata Watu Baleh di Gombong Selatan
Gambar 12. Foto
kunjungan di PGT Sapuran
Gambar 13. Lokasi
pengolahan gondorukem dan terpentin di PGT Sapuran
Gambar 14. Kegiatan
pasca tebangan di Gombong Selatan
Gambar 15.
Pengisian blanko tebangan pasca kegiatan tebangan
Gambar 16.
Pelengkapan data sekunder di kantor BKPH Ngadisono
Gambar 18.
Mengikuti kegiatan perpindahan serah terima jabatan mantri
Sumberrejo dengan
mantri Purworejo
No comments:
Post a Comment