Wednesday, 6 September 2017

makalah kehutanan








I.                   PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang


Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu bentuk nyata peran seorang mahasiswa yang harus dimiliki sebagai agen perubahan. Salah satu tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh  mahasiswa ialah melakukan suatu pengembangan dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan dilapangan. Mahasiswa harus mampu memanfaatkan penelitian dan pengembangan dalam suatu proses pembelajaran untuk memperoleh perubahan yang diinginkan.

Proses pengembangan kemampuan mahasiswa pada bidangnya dapat diaplikasikan melalui kegiatan Praktik Umum. Praktik Umum (PU) merupakan salah satu Mata Kuliah Keahlian (MKK) yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa di semua jurusan dalam lingkup Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan Praktik Umum (PU) yang dilaksanakan merupakan kegiatan yang dapat mendukung proses pembelajaran setelah diperolehnya materi diruang lingkup perkuliahan, ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan sebagai calon Sarjana yang baik.
Praktik Umum Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dilaksanakan di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kedu Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah.

Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada dibawah naungan Departemen Kehutanan. Wilayah kerja Perum Perhutani tersebar di Pulau Jawa dengan tiga unit pengelolaan, unit pengelolaan satu yaitu terletak di Jawa Tengah, unit pengelolaan dua terletak di Jawa Timur dan unit pengelolaan tiga di Jawa Barat. Perum Perhutani merupakan BUMN yang memanfaatkan hutan secara lestari sebagai hutan tanaman menurut Qirom (2012) hutan tanaman sendiri memiliki luas 130 juta ha diseluruh dunia dan laju perkembanganya mencapai 10,5 juta/ha per tahun.Pembagian unit-unit tersebut dikelola dalam beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), salah satu KPH yang terletak pada unit satu pengelolaan perum perhutani di Jawa Tengah yaitu KPH Kedu Selatan. KPH Kedu Selatan merupakan KPH yang masih banyak terjadi pencurian hasil hutan yang terletak di unit satu pengelolaan Perum Perhutani di Jawa Tengah.

Fungsi KPH menurut PP No. 6 Tahun 2007 salah satunya yaitu melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian serta melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya.  Kegiatan yang dilakukan pada pengelolaanhutan tersebut salah satunya adalah kegiatan pengamanan hutan. Aspek pengamanan merupakan aspek yang sangat penting bagi Perum Perhutani sebagai pengelolaan hutan produksi yang bertujuan memanfaatkan hasil hutan secara lestari.Salah satu gangguan pengamanan hutan yang sangat merugikan hutan dan pengelola hutan dalam hal ini Perum Perhutani adalah penebangan kayu secara ilegal atau disebut pencurian kayu, kegiatan ini merugikan dari berbagai aspek dimulai dari ekonomi, ekologi bahkan kerugian sosial dapat terjadi karena kegiatan ilegal tersebut. Sehingga dalam kegiatan praktik umum, perlu dipelajari bagaimana praktik pengamanan hutan, untuk mengetahui bagaimana upaya mengatasi permasalahan keamanan yang terjadi di RPH Sapuran BKPH Ngadisono KPH Kedu Selatan.

1.2              Tujuan Praktik Umum


Tujuan kegiatam Praktik Umum yang dilaksanakan di KPH Kedu Selatan sebagai berikut :
1.      Memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengaplikasikan beragam
pengetahuan yang didapat selama kuliah sesuai bidang keahliannya sehingga mahasiswa memperoleh bekal kempuan operasional yang sangat berguna sebagai calon sarjana
2.      Mengetahui kegiatan pengamanan hutan yang dilakukan dan permasalahan yang terjadi di RPH Sapuran BKPH Ngadisono KPH Kedu Selatan


1.3              Manfaat Praktik Umum


Manfaat PU bagi Mahasiwa:
1.    Mengaplikasikan pengetahuan/teori kuliah dalam kehidupan nyata bidang pertanian sesuai dengan bidang keahliannya.
2.    Memperoleh  pengalaman dan keterampilan operasional yang akan membentuk jiwa kewirausahaan dan propesional.
3.    Mendewasakan proses berfikir pratikum dalam menelaah masalah yang terdapat di dalam bidang keilmuannya secara pragmatis ilmiah.

Manfaat PU bagi Perguruan Tinggi:
1. Memperoleh umpan balik berupa informasi/teknologi dan hal-hal lain yang relevan sebagai hasil kerja dan interaksi antara instasi dan mahasiswa maupun industri.
2. Memperoleh bahan dasar bagi studi pengembangan pendidikan.
3. Memperoleh media promosi bagi calon sarjana yang berkualitas.
4. Memperoleh media kerjasama antara perguruan tinggi dan instansi/perusahaan.

Manfaat PU bagi instansi/lembaga lokasi PU:
1. Memperoleh bantuan tenaga kerja sementara yang mempunyai latar belakang yang memadai, dan relevan dengan bidang usaha.
2. Memperoleh kesempatan untuk menjaring calon tenaga kerja potensial dan terdidik.
3. Memperoleh bahan masukan/umpan balik dari peserta PU atau Institusi
    Perguruan Tinggi sebagai sarana kontrol kebijakan.
4. Memperoleh media sosialisasi program dan promosi produk
    instansi/perusahaan pada dunia luar melalui Institusi Perguruan Tinggi.

1.4              Waktu, Tempat dan Metode Praktik Umum


1.4.1         Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktik umum  ini dilaksanakan pada tanggal 25 Juli sampai dengan 30 Agustus 2016 (efektif jam kerja) dan lokasi praktikum umum berada di BKPH Ngadisono,  Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah


1.4.2         Metode Pelaksanaan Praktik Umum


Pelaksaan Praktikum Umum dilakukan dengan  mencari  tahu tentang kegiatan  pengamanan hutan yang berkaitan dengan pencurian  kayu. Melakukan kegiatan kegiatan diantaranya melakukan pencarian  mengenai
1.      Data Primer


Data primer merupakan data yang didapatkan dari pengamatan langsung saat praktik umum, antara lain :

a.       Observasi
Data hasil observasi diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung pada lokasi kegiatan praktik umum, yaitu melakukan pengamatan pada daerah jelajah pengamanan sesuai dengan jadwal dan daerah rawan yang telah ditentukan.
Kegiatan pengamatan hutan difokuskan pada kegiatan pengamanan hutan yaitu pada teknik pengamanan preventif yaitu patroli observasi dan komunikasi sosial.
b.      Wawancara
Data wawancara diperoleh dengan melakukan tanya jawab atau wawancara langsung pada pegawai di KPH Kedu Selatan.


2.      Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang telah tersedia dalam bentuk catatan tertulis dan dikumpulkan melalui penelusuran pustaka atau laporan yang terdapat pada Perum Perhutani yang berhubungan dengan teknik pengamanan hutan. Data sekunder yang diambil meliputi : struktur organisasi, data gangguan keamanan hutan dan keadaan umum lokasi praktik umum, diantaranya : kondisi lapangan, infrastruktur, kelas hutan, kelas perusahaan, luas wilayah hutan, letak geografis, wilayah administrasi. Metode yang digunakan dalam pengambilan data sekunder yaitu:

a.       Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk memperoleh keadaan lokasi penelitian Praktik Umum.

b.      Studi Kepustakaan
Metode ini digunakan untuk mencari, menganalisis, mengumpulkan, dan mempelajari buku buku, tulisan-tulisan umum, dan literatur lainnya yang dipakai sebagai bahan referensi yang diperoleh dari arsip arsip yang dimiliki oleh Perum Perhutani maupun studi litelatur yang berhubungan dengan topik praktik umum.






























 






II.                KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK UMUM


2.1  Gambaran Umum KPH Kedu Selatan


1.    Letak dan Luas


Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan merupakan salah satu unit  kerja Perum Perhutani Devisi Regional Jawa Tengah.  Batas – batas pengelolaan kawasan hutan KPH Kedu Selatan adalah sebagai berikut :

a.    Sebelah Utara         : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara
b.    Sebelah Timur        : Kabupaten Magelang dan Provinsi DIY
c.    Sebelah Selatan      : Samudera Indonesia
d.   Sebelah Barat         : Kabupaten Banyumas

Secara geografis wilayah KPH Kedu Selatan terletak pada koordinat  07°22’ sampai dengan 07°53’ LS 109°16’ sampai dengan110°08’ BT.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 wilayah kerja pengelolaan hutan Perum Perhutani adalah hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Tengah (Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah) Provinsi Jawa Timur (Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur) Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten (Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten).  Kawasan hutan yang dikelola KPH Kedu Selatan berdasarkan fungsinya terdiri dari tiga pembagian hutan diantaranya hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas.
Tabel 1. Luas Kawasan Hutan Per Kabupaten
No
Kabupaten
Luas Kawasan Hutan
HL (ha)
HPT (ha)
HP (ha)
Jumlah (ha)
1
Purworejo
-
6.489,08
2.343,59
8.832,67
2
Kebumen
3.982,56
14. 151,34
825,83
18.959,73
3
Banjarnegara
258,17
5.084,05
149,92
5.492,14
4
Wonosobo
-
3.918,32
4.558,21
8.476,53
5
Banyumas
-
2.898,74
-
2.898,74
Jumlah
4.240,73
32.541,53
7.877,55
44.659,81
Presentase
9,50
72,87
17,64
100,00

Sumber: SK Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah nomor
              2889/KPTS/I/2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Luas Kawasan
              Hutan Masing-Masing KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

Pembagian kawasan hutan tiap masing-masing kabupaten bertujuan untuk mengelompokan kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani agar dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah tingkat kabupaten dalam rangka melakukan pemanfaatan sumber daya hutan secara lestari.

Tabel 2. Luas Kawasan Hutan Per Bagian Hutan

No
Kelas Perusahaan
Bagian Hutan
Luas Kawasan Hutan
HL (ha)
HPT (ha)
HP (ha)
Jumlah (ha)
1
Pinus
Wadas Lintang
Gombong Utara
31,09
13.791,60
3.639,79
17.462,48
3.819,78
8.282,70
227,02
12.329,50
3.850,87
22.074,30
3.866,81
29.791,98
2
Damar
Midangan Sapuran
2,80
6.802,26
3.798,84
10.603,90
3
Jati
Gombong Selatan
387,06
3.664,97
211,90
4.263,93
Jumlah

4.240,73
32.541,53
7.877,55
44.659,81
Presentase

9,50
72,87
17,64
100,00

Sumber:SK Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah nomor
             2889/KPTS/I/2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Luas Kawasan
             Hutan Masing-Masing KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah






Pembagian kawasan hutan tiap bagian hutan berfungsi mengelompokan kawasan hutan berdasarkan pengolahan sumberdaya hutan selanjutnya, setelah dari kawasan hutan, sumberdaya dibawa ke TPG (Tempat Pengumpulan Getah) atau TPK (Tempat Pengumpulan Kayu).

Tabel 3. Luas Kawasan Hutan per BKPH

No
Kelas Perusahaan
Luas Kawasan Hutan
HL (ha)
HPT (ha)
HP (ha)
Jumlah (ha)
1
Purworejo
-
6.744,25
2.343,59
9.087,84
2
Kebumen
31,09
5.780,34
  942,10
6.753,53
3
Karanganyar
1.982,83
2.779,05
    157,40
4.919,28
4
Gombong Utara
1.839,75
4.731,23
145,72
6.716,70
5
Gombong Selatan
387,06
3.664,97
211,90
4.263,93
6
Banjarnegara
-
6.089,25
340,52
6.429,77
7
Ngadisono
-
2.752,44
3.736,32
6.488,76
Jumlah
4.240,73
32.541,53
7.877,55
44.659,81
Presentase
9,50
72,87
17,64
100,00

Sumber: SK Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah nomor
             2889/KPTS/I/2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Luas Kawasan
             Hutan Masing-Masing KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah  


Pembagian wilayah tiap masing-masing BKPH bertujuan untuk mempermudah Perum Perhutani mengelola sumberdaya hutan dengan luasan yang luas dengan tenaga pegawai perhutani yang terbatas, BKPH Purworejo merupakan BKPH yang memiliki jumlah luasan yang luas dengan produktivitas getah pinus yang paling tinggi.

1.    KEADAAN ALAM


Keadaan topografi pada kawasan hutan wilayah KPH Kedu Selatan yaitu Datar 238,60 ha, Landai 7.054,10 ha, Agak Curam 24.286,40 ha, Curam 11.429,00 ha, Sangat Curam 1.452,80 ha. Keadaan alam di KPH Kedu Selatan kebanyakan memiliki ketinggian tempat lebih dari 500 mdpl, hal ini menjadikan KPH Kedu Selatan sebagai salah satu KPH dengan produktivitas resin yang besar, karena lingkunganya cocok untuk tanaman pinus dan damar akan tetapi daerah – daerah sekitar laut seperti BKPH Gombong yang cocok untuk budidaya jati memiliki kelas hutan jati.

2.    WILAYAH KERJA


Wilayah kerja KPH Kedu Selatan dibagi menjadi satu Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), yang terdiri dari tujuh wilayah bagian kesatuan pemangkuan hutan yaitu :
a.    BKPH Purworejo               :  9.078,80 ha
b.    BKPH Kebumen                :  6.620,70 ha
c.    BKPH Karanganyar           :  4.862,73 ha
d.   BKPH Gombong Utara     :  6.640,10 ha
e.    BKPH Gombong Selatan   :  4.230,70 ha
f.     BKPH Banjarnegara          :  6.499,10 ha
g.    BKPH Ngadisono              :  6.462,70 ha

Dengan wilayah administrasi masing – masing pemerintahan sebagai berikut:
a.    Kabupaten Purworejo        :   7.604,45 ha
b.    Kabupaten Kebumen         :   18.088,58 ha
c.    Kabupaten Wonosobo        :   10.384,93 ha
d.   Kabupaten Banjarnegara    :   5.676,25 ha
e.    Kabupaten Banyumas         :   2.905,44 ha


2.2 Kondisi dan Gambaran Umum BKPH Ngadisono


1.     Letak dan Luas Areal


Berdasarkan data yang di peroleh dari kantor BKPH Ngadisono , BKPH Ngadisono berada dalam daerah administaratif Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah yang secara geografis Kabupaten Wonosobo terletak antara 7. 11’ dan 7. 36’  Lintang Selatan (LS), 109. 43’ dan 110. 04’ Bujur Timur (BT).  Kabupaten Wonosobo memiliki luas 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03% (persen) dari luas Jawa Tengah dengan komposisi tata guna lahan terdiri atas tanah sawah mencakup 18.696,68 ha (18,99 %), tanah kering seluas 55.140,80 ha (55,99.%), hutan negara 18.909,72 ha (19.20.%), perkebunan negara/swasta 2.764,51 ha (2,80.%) dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01.%).  Bagian Kesatuan Pemnagkuan Hutan (BKPH) Ngadisono merupakan salah satu Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Kedu Selatan.  Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Wonosobo adalah sebagai berikut:
-Sebelah Utara    : Kabupaten Kendal dan Batang
-Sebelah Timur   : Kabupaten Temanggung dan Magelang
-Sebelah Selatan : Kabupaten Kebumen dan Purworejo
-Sebelah Barat    : Kabupaten Banjarnegara

2. Topografi


Berdasarkan data yang di peroleh dari kantor BKPH Ngadisno,  BKPH Ngadisno yang berada di wilayah Kabupaten Wonosobo memiliki ciri topografi yang berbukit-bukit.  Kabupaten Wonosobo terletak pada ketinggian antara 200 sampai 2.250 m di atas permukaan laut.  Ketinggian tempat tertinggi adalah Kecamatan Kejajar 1.378 mdpl, dan terendah adalah Kecamatan Wadaslintang 275 mdpl.  Kabupaten Wonosobo dibagi menjadi 6 wilayah kemiringan, yaitu:
·       Wilayah dengan kemiringan antara 0,00-2,00 % seluas 3.702,395 ha atau 3,76 % dari luas wilayah, banyak dijumpai di Kecamatan Leksono dan Kecamatan Watumalang.
·       Wilayah dengan kemiringan antara 2,01-8,00 % seluas 12.052,479 ha atau 12,24 % dari luas wilayah, terdapat di 11 Kecamatan selain Watumalang dan Leksono.
·       Wilayah dengan kemiringan antara 8,01-15,00 % seluas 37.969,247 ha atau 38,56 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di semua kecamatan.
·       Wilayah dengan kemiringan antara 15,01-25,00 % seluas 10.280,056 ha atau 10,44 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di semua kecamatan.
·       Wilayah dengan kemiringan antara 25,01-40,00 % seluas 10.949,638 ha atau 11,12 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di Kecamatan Garung, Watumalang dan Leksono.
·       Wilayah dengan kemiringan diatas 40,00 % seluas 13.667,354 ha atau 13,88 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di Kecamatan Kejajar.












3.  Kondisi Geologi


Kabupaten Wonosobo termasuk jenis pegunungan muda dengan lembah yang masih curam.  Secara geografis, sebagian kecil daerah Wonosobo terletak di batuan prakwater, sedangkan wilayah Wonosobo cukup luas. Keadaan yang demikian menyebabkan sering timbul bencana alam seperti tanah longsor (land slide), gerakan tanah runtuh atau gerakan tanah merayap. 

4.             Jenis Tanah

Keadaan tanah di Kabupaten Wonosobo dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tanah andosol (25%) terdapat di Kecamatan Kejjar, sebagai Kecamatan Garung, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Kertek dan Kecamatan Kalikajar.  Tanah Regosol (40%) terdapat di Kecamatan Kertek, Kecamatan Sapuran, Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Watumalang dan Kecamatan Garung.  Tanah Podsolik (35%) terdapat di Kecamatan Selomerto, Kecamatan Leksono dan Kecamatan Sapuran.  Jenis tanah di Kabupaten Wonosobo meliputi tanah andosol seluar 10.817,7 ha, tanah regosol seluas 19.372,7 ha, tanah latosol seluas 63.043,4 ha, tanah argonosol seluas 761,1 ha, mediterian merah kuning seluas 3.054 ha dan gramosol seluas 1.778,6 ha.










5.         Kondisi Hidrologi


BKPH Ngadisono yang terletak di Kabupaten Wonosobo memiliki beberapa sumber mata air dari beberapa sungai.  Daerah aliran sungai yang ada di wilayah Kabupaten Wonosobo adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah kabupaten Wonosobo

No.
Nama DAS
Luas (ha)
Debit Rata-rata (m3/detik)
1
Serayu
359.349,54
282,53
2
Bogowoto
64.555,28
293,07
3
Jalicokyorasan
37.085,90
124,14
4
Luk Ulo
57.841,79
301,90
5
Wawar Medono
71.439,38
60,49

Sumber : Kantor BKPH Ngadisono


.6.        Kondisi Klimatologi


Wonosobo beriklim tropis dengan dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Suhu udara rata-rata 24 – 30o c di siang hari, turun menjadi 20 oc pada malam hari. Pada bulan Juli – Agustus turun menjadi 12 – 15 o c pada malam hari dan 15 – 20 o c di siang hari. Rata-rata hari hujan adalah 196 hari, dengan curah hujan rata-rata   3.400 mm, tertinggi di Kecamatan Garung (4.802 mm) dan terendah di Kecamatan Watumalang (1.554 mm).


7.         Infrastruktur


Sarana dan prasarana baik di dalam maupun di luar kawasan hutan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya hutan secara optimal serta kelancaran kegiatan pembangunan wilayah. Infrastruktur yang ada di BKPH Ngadisono sebagai penunjang untuk kelancaran kegiatan pembangunan wilayah.

Infrastruktur tersebut yaitu seperti Sekretariat Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang menjadi tempat atau wadah bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan yang bekerja sama dengan pihak Perum Perhutani.  Selain sekretariat LMDH, infrastruktur lain yang ada di BKPH Ngadisono yaitu rumah dinas yang berada di tiap RPH wilayah pangkuan BKPH Ngadisono.  Fungsi dibuatnya rumah dinas tersebut adalah untuk tempat administrasi, koordonasi dan silaturahmi saat melakukan kegiatan pengelolaan hutan seperti pengamanan, penebangan, penyadapan dan pemasaran hasil hutan.  Dengan adanya rumah dinas tersebut, hubungan antara masyarakat dan pihak Perum Perhutani berjalan harmonis.




















2.3 Kondisi dan Gambaran Umum RPH Sapuran


1. Letak dan Luas Areal RPH Sapuran

Secara administratif, wilayah RPH Sapuran terletak di Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Wilayah RPH Sapuran meliputi 15 desa yaitu Desa Karang Sari, Sapuran, Pecekelan, Bogoran, Pengarengan, Rejo Sari, Keladon, Kali Karung, Karang Sambung, Tempurejo, Beran, Jangkrikan, Gondowulan, Sedayu, dan Kepil. Kawasan Hutan memiliki luas kawasan hutan sebesar 1812,26 ha, yang pembagiannya:
o   Kawasan untuk perlindungan seluas 37,8 ha
o   Kawasan untuk produksi seluas 1774,5 ha


2. Struktur Organisasi RPH Sapuran

RPH Sapuran dipimpin oleh seorang Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH/Mantri) dan dibantu oleh 8 mandor yang terdiri dari mandor polter, mandor sadap, mandor tanam, dan mandor persemaian yang disajikan dalam bentuk diagram alir seperti berikut ini.















 












Gambar 1. Struktur Organisasi karyawan RPH Sapuran

3.         Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)

Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sapuran memiliki 15 desa dalam wilayah pemangkuannya, dan masing masing desa memiliki Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sehingga RPH Sapuran memiliki 15 LMDH yang terlampir dalam tabel berikut.












Tabel 5. Daftar LMDH RPH Sapuran BKPH Ngadisono

No.
Nama LMDH
Nama Desa
1.
Ngudi Rizki
Karang Sari
2.
Wana Lestari
Sapuran
3.
Wungu Argo
Pecekelan
4.
Karya Lestari
Bogoran
5.
Argo Suto
Pengarengan
6.
Giri Kele
Rejo Sari
7.
Guyub Rukun
Kedalon
8.
Rukun Tani
Kali Karung
9.
Jati Diri
Karang Sambung
10.
Ngudi Lestari
Tempurrejo
11.
Panto Domas
Beran
12.
Dadi Makmur
Jangkrikan
13.
Gondo Maakmur
Gondowulan
14.
Sido Makmur
Sedayu
15.
Margo Makmur
Kepil
   
     Sumber : Kantor BKPH Ngadisono



























 






III.             HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1.1.      Perencanaan Hutan Perum Perhutani


Perencanaan di Perum Perhutani hanya melaksanakan kegiatan penyusunan rencana pengelolaan dengan di dahului kegiatan tata hutan. Rencana pengelolaan di Perum Perhutani dikenal dengan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH). RPKH merupakan dokumen yang berisi rencana pengelolaan hutan selama 10 (sepuluh) tahun untuk daur menengah dan panjang atau 5 (lima) tahun untuk daur pendek, yang berazaskan kelestarian sumber daya hutan dengan mempertimbangkan keseimbangan lingkungan dan sosial, yang disusun menurut kelas perusahaan pada setiap bagian hutan dari suatu KPH.
Gambar 2. Foto Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan yang diperoleh dari
                  Kantor KPH Kedu Selatan






Dasar penyusunan RPKH :
  • Pasal 7 Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara
  • Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.60/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan dan Rencana Teknik Tahunan di Wilayah Perum Perhutani
  • Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No. P.01/VI-BUHT/2012 tentang Petunjuk Teknis Penataan Hutan dan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) di Wilayah Perum Perhutani
PRINSIP-PRINSIP DASAR PENYUSUNAN RPKH
1.    Kelas Perusahaan
*      Adalah penggolongan usaha di bidang kehutanan berdasarkan produk yang dihasilkan.
*      Adalah tujuan utama pengelolaan suatu kawasan hutan dalam suatu bagian hutan tertentu yang didasarkan pada pertimbangan kesesuaian lahan, iklim, ekologi dan kondisi sosial ekonomi daerah setempat serta secara ekonomis memberikan kontribusi pendapatan paling dominan dengan syarat kawasan hutan tersebut tetap mempunyai fungsi hutan.


2.    Daur
*      Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai dengan saat pemungutan hasil akhir atau tebangan habis.
*      Daur dibedakan menurut jangka waktu (lamanya) sebagai berikut :
            1.         Daur pendek               :           kurang dari 15 tahun
            2.         Daur menengah           :           15 – 35 tahun
            3.         Daur panjang               :           lebih dari 40 tahun

3.    Pengaturan Hasil
Pengaturan hasil merupakan upaya untuk mengatur pemungutan hasil (panenan) agar jumlah hasil yang dipungut setiap periode kurang lebih sama dan dapat diusahakan meningkat secara berkesinambungan. Etat adalah massa kayu yang diijinkan untuk ditebang per satuan waktu (tahun). Etat ditentukan berdasarkan metoda kombinasi antara luas dan massa kayu. Taksiran hasil akhir massa kayu untuk tegakan kelas umur ditentukan pada umur tebang rata-rata. Umur tebang rata-rata adalah umur rata-rata kelas perusahaan ditambah ½ daur. Umur rata-rata kelas perusahaan adalah umur rata-rata tertimbang dari masing-masing kelas umur.

Kegiatan Perencanaan
1.    Pengukuhan Kawasan Hutan (Tata Batas)
Guna memperoleh kepastian hukum tentang status, letak, batas, dan luas suatu kawasan hutan perlu dilakukan kegiatan Pengukuhan Kawasan Hutan
Pengukuhan kawasan hutan ® Penataan Batas (Tata Batas), yang dilaksanakan oleh PTBH, melalui proses :
a.       Penunjukan kawasan hutan
b.      Penataan batas kawasan hutan
c.       Pemetaan kawasan hutan
d.      Penetapan kawasan hutan
2.    Penatagunaan Kawasan Hutan
Meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan
Hutan Lindung :
Ø  dpl ≥ 2.000 m dan / atau
Ø  kelerengan ≥ 40 % dan / atau
Ø  skor ≥ 175
Hutan Produksi :
Ø skor < 175
Hutan Konservasi :
Ø  mempunyai ciri khas tertentu

3.    Penataan Hutan ( Tata Hutan)
Rangkaian kegiatan perencanaan yang meliputi rekonstruksi batas, pembagian hutan dan inventarisasi hutan sebagai dasar dalam penyusunan RPKH.
Gambar 3. Standar Operasional Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan KPH
                  Kedu Selatan

Gambar 4. Penyampaian materi perencanaan di Kantor KPH Kedu Selatan


3.1.2. Kegiatan Teknik Pemanenan Getah Pinus (Pinus merkusii)


Kegiatan yang dilakukan pada  pemanenan getah pinus (Pinus merkusii) di KPH Kedu Selatan yaitu:
A.  Perencanaan Sadapan
B.  Pelaksanaan Pemungutan (Penyadapan) HHBK Getah Pinus
1.    Persiapan Sadapan (Prasadap), jenis kegiatan diantaranya:
a.    Alat-alat Perlengkapan
b.    Sensus dan Pemberian Nomor Pohon
c.    Pembagian Blok Sadapan
d.   Pembersihan Lapangan Sadapan
e.    Pembersihan Kulit Pohon
f.     Pembuatan Rencana Quare/Mal Sadap
2.    Pelaksanaan Penyadapan, jenis kegiatan diantaranya:
a.    Sadap Buka 
b.    Sadap Lanjut
c.    Pemberian Cairan Asam stimulantia (CAS)
3.    Pemungutan Getah

Perencanaan Sadapan


1. Prasadap
Prasadap adalah kegiatan persiapan sadapan pada areal yang belum pernah di sadap yang dilaksanakan pada triwulan III pada tahun sebelum sadap buka (T-1) dengan maksud agar dalam pelaksanaan sadapan dapat di mulai tepat pada awal tahun kerja. Jenis kegiatan persiapan adalah pembuataan batas petak sadapan, pembagian blok, sensus pohon (pemberian nomor pohon), pembersihan/pembabatan lapangan sadapan, pengadaan alat-alat/perlengkapan dan pembuatan rencana quare (mal sadapan).

A.  Alat-alat Perlengkapan


Pemenuhan kebutuhan alat-alat dan perlengkapan sadapan  dilksanakan pada awal tahun dan  disesuaikan dengan standar kebutuhan di lapangan dengan mengacu ke SK Direksi No. 2391/Kpts/Dir/2014 tanggal 24 Februari 2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Direksi Nomor 636/Kpts/Dir/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Perum Perhutani.  Peralatan dan perlengkapan sadapan tersebut harus sudah sampai kepada penyadap dilapangan sesuai dengan tata waktu (sebelum pekerjaan mulai di laksanakan).

Terdapat acuan standart peralatan sadap adalah sebagai berikut:
-  Petel sadap/kadukul
-  Keruk getah
-  Parang
-  Talang seng
-  Tempurung
-  Kotak kayu/kaleng pungutan getah
-  Batu pengasah
-  Minyak tanah
-  Penutup tempurung
-  Paku penahan tempurungg dan seng
-  Alat pengukur dalam dan lebar quare
-  Alat pembuatan bahan rencana quare


B.       Sensus dan Pemberian Nomor Pohon
Pada kegiatan ini, pohon pinus dalam satu blok/anak petak yang telah berumur 10 tahun keatas suapaya diberi tanda batas dan nomor urut.


C.  Pembagian Blok Sadapan
Pada Pembagian Blok Sadapan, areal sadapan terlebh dahulu di bagi dalam blok-blok sadapan seluas 2-5 ha sesuai dengan kemampuan penyadap. Batas blok sadapan dapat mengikuti batas blok tanaman/pemeliaraan yang sudah ada, ditandai dengan menggunakan cat warna hijau muda atau puttih pada pohon batas selebar 10 cm setngggi 180 cm sepanjang/setap 50 m atau sebatas kemampuan mata melihat.

D.  Pembersihan Lapangan Sadapan
Sebelum di adakannya penyadapan, lapangan/areal sadapan harus dibersihkan dari persu dan semak-semak, agar sinar matahari dapat langsung menyinari pohon pinus serta memudahkan para pekerja dan petugas untuk melaksanakan pengawasan.

E.   Pembersihan Kulit Pohon
Pada bagian batang yang akan disadap, kulitnya harus dibersihkan/dikerok setebal 3 mm, lebar 15 cm tinggi 60 cm (tiap tahun), mulai setinggi 20 cm diatas tanah tanpa melukai kayunya. Pembersihan kulit kayu dilakukan dengan menggunakan parang yang tajam agar pada proses pengulitan diharapkan tidak ada kerusakan pada pohon pinus yang dibersihkan kulitnya. Pembersihan kulit pohon juga harus dilaksanakan terhadap sadap lanjut pada permukaan lain pada pohon yang sama.

Gambar 5. Pensayatan Kulit Pohon yang dilakukan pada petak 26 RPH Kaliwiro

F.   Pembuatan Rencana Quare/Mal Sadap

Bagan Quare (mal sadap) dibuat tepat di tengah-tengah pohon yang telah dibersihkan dengan ukuran lebar 6 cm, tinggi 60 cm (terdiri dari 12 kotak quare a 5 cm dan 10 cm untuk sadap buka). Sebaiknnya diusahakan alat khusus untuk membuat bagan rencana quare berbentuk garpu melengkung dengan dua gigi tajam dengan jarak 6 cm. Pembuatan bagan quare diatur sedemikian rupa sehingga menghadap kearah yang sama (menghadap kearah jalan pemeriksaan).



2.    Pelaksanaan Penyadapan


A.  Sadap Buka

Sadap buka adalah penyadapan awal pada pohon pinus yang telah berumur 11 tahun atau 60% jumlah pohon-pohonnya telah mencapai keliling ≥ 55 cm setelah melalui proses prasadap. Sadap buka dilakukan dengan pembuatan quare pertama sesuai batasan mal yang telah dibuat setinggi 20 cm dari permukaan tanah lebar 4 cm dan tinggi 10 cm dengan kedalaman maksimum 1,5 cm. Pada tahun pertama saluran tengah dibuat dari bawah ke atas, dengan menggunakan groove cutter, dengan dimensi ukuran lebar saluran tengah 10 mm, tinggi 60 cm, kedalaman 2 mm, yang dilanjutkan membuat saluran sadap yang dimulai dari ujung bawah saluran tengah ditarik ke samping kiri sesuai pola yang telah dibuat, demikian pula dibuat saluran kearah kanan. Selanjutnya memasang talang sebagai saluran getah ke alat tampung getah , talang dipasang dibawah saluran tengah dengan cara ditekuk di bagian tengah dan ditekan menggunakan alat pemukul (palu) dan memasang tempurung + 5 cm dibawah talang.




Gambar 6. Pembuatan mal sadap pada pohon pinus yang akan di sadap



B.  Sadap Lanjut

Sadap lanjut adalah kegiatan pembaharuan sadapan setelah sadap buka termasuk kegiatan pembuatan quare baru pada bidang lain pada pohon yang sama. Melakukan pembaharauan lanjutan sadapan yang dilakukan setiap 3 (tanpa stimulansia) atau 5 hari sekali (dengan stimulansia), dengan ketentuan setiap pembaharuan maksimum 5 mm, kedalaman 1,5 cm dengan demikian luka sadapan dalam satu bulan terdapat 30/3 x 5 mm = 5 cm (maksimum). Dalam 1 tahun terdapat 12 x 5 cm = 60 cm dan dalam 4 tahun setinggi 250 cm (termasuk quare permulaan setinggi 10 cm). Pada setiap mulai pembaharuan quare, talang dan tempurung harus dipisahkan terlebih dahulu atau ditutup, hal tersebut agar talang dan tempurung tidak terkena serpihan kayu . Setelah pembaharuan quare mencapai 20 cm (setiap quare bertambah 20 cm), talang dan tempurung harus ikut dinaikkan

C.  Pemberian Cairan Asam stimulantia (CAS)

Pemberian cairan asam stimulantia (CAS) digunakan untuk meningkatkan produktivitas getah dengan ketentuan sebagai berikut:
· Perlakuan dengan CAS dapat digunakan pada tegakan pinus yang terletak pada ketinggian > 700 m dpl
· Pemberian CAS harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati
· Standar konsentrasi menggunakan perbandingan 10 % -15 % untuk metode quare.
· Agar penggunaan CAS efektif, perlu penyesuaian konsentrasi sesuai situasi dan kondisilapangan (ketinggian tempat dll) serta keadaan musim (musim kemarau atau musim hujan) berdasarkan ketentuan penggunaannya.
· Air yang digunakan untuk campuran CAS haruslah air yang benar-benar bersih.

3.    Pemungutan Getah

Pemungutan getah dilaksankan setiap 10 hari sekali, dengan cara menumpahkan getah dari alat tampung kedalam ember atau badeng pikul, dengan memisahkan antara getah yang baik dengan yang jelek (kerokan) kedalam badeng/ember yang terpisah. Pemungutan getah harus menggunakan alat keruk, selanjutnya getah dkumpulkan dalam kotak kayu atau ember kaleng plastik (kapasitas 20-25 kg).

Pada akhir proses pengerukan/peludangan, agar dilakukan pembersihan batok sehingga benar-benar bersih dari sisa-sisa kotoran/getah, hal ini untuk menghindari pencampuran getah lama dan baru yang nantinya akan mempengaruhi mutu getah.  Kemudian menerima setoran getah dari penyadap di TPG melalui tahap membuang kotoran dan air, serta melakukan sortasi getah berdasarkan sample mutu dan melakukan penyaringan untuk meningkatkan kondisi mutu getah yang disetor oleh penyadap serta menimbang getah dan mencatat berat getah dan membayar biaya iname getah kepada penyadap atau pekerja lainnya sesuai mutu dan volume getah yang diterima sesuai dengan tarif yang berlaku, dengan cara kontan.

Biaya angkut untuk para pekerja penyadap getah yaitu Rp.3000 sesuai dengan jauhnya jarak pikul.  Upah dilapangan menggunakan kuitansi dan lampiran daftar pembayaran.  Upah para pekerja penyadap getah dibagi per periode yang dimana per periode dibagi atas dua yakni periode pertama dari tanggal 1- 15 dan periode kedua dari tanggal 16-30 ini dikarenakan sesuai dengan target sadap .  Target sadap getah tergantung oleh NPS dan NPS ada kesepakatan dari KPH berupa RTT dan ada kesepakatan dari RPH antara mantri dan mandor. 

1473692337596.jpg

                               Gambar 7. Penerimaan upah penyadap getah

1473691651512.jpg

Gambar 8. Tempat Pemungutan Getah di TPG Depok



Gambar 9. Proses serah penerimaan getah dari para penyadap


3.1.3.      Kegiatan Persemaian


Kegiatan pembuatan persemaian pada BKPH Ngadisono mengikuti standar operasional prosedur pembuatan persemaian pinus. Hal ini ini dikarenakan upaya pengembangbiakan bibit pinus pada persemaian tidak jauh berbeda dengan pengembangbiakan bibit mahoni yang terletak pada persemaian yang sama.


Kegiatan :
1)                  Pembersihan Lapangan dan Pengaturan Lahan.
2)                  Pembuatan Bedeng Tabur.
3)                  Pelaksanaan Persemaian

Persemaian dilaksanakan dengan memindahkan bibit  yang telah dibeli kedalam polybag yang telah disusun pada persemaian. Kegiatan ini lebih efisien dalam segi waktu dikarenakan untuk menumbuhkan benih membutuhkan waktu selama ± 1 bulan. Lalu bibit yang telah ditanam ke dalam polybag disiram agar menjadi jenuh. Persemaian yang berada di RPH Sapuran merupakan persemaian swadaya yang dibangun guna memenuhi kebutuhan bibit yang telah di suplai dari pembibitan pusat di Bruno Purworejo. Jumlah bibit yang tersedia di persemaian swadaya ini sebanyak 30.000 bibit secara keseluruhan.

Gambar 10. Bibit pinus yang tersedia dan siap ditanam


Gambar 11. Foto lokasi persemaian swadaya RPH Sapuran

3.1.4 Kegiatan Pemeliharaan


Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan silvikultur intensif yang termasuk kedalam aspek manipulasi lingkungan. Pada hutan produksi, manipulasi lingkungan diperlukan untuk mendapatkan produktifitas hasil hutan yang tinggi. Kegiatan manipulasi lingkungan yaitu berupa pemeliharaan tegakan. Pemeliharaan tegakan meliputi kegiatan pembersihan tumbuhan bawah, pendangiran, pemupukan, pengaturan jarak tanam, penyulaman, penjarangan dan pengelolaan hama terpadu. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan dalam pengelolaan  tegakan pinus di BKPH Ngadisono, KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Pemeliharaan tegakan pinus adalah suatu upaya untuk merawat dan menjaga tanaman pinus dari gangguan yang dapat merubah atau merusak pertumbuhan dan produktifitas pinus. Pemeliharaan tanaman pinus di lakukan dalam dua tahap yaitu pemeliharaan tanaman awal dan pemeliharaan lanjutan.

A.  Pemeliharaan Awal

Pemeliharaan awal tanaman dilakukan mulai dari bibit telah ditanam dilapangan sampai umur 3 tahun. Pemeliharaan awal pada areal tumpang sari dilakukan bersama dengan pesanggem yang juga ikut memanfaatkan lahan selama 3 tahun. Kegiatan yang dilakukan pada pemeliharaan awal yaitu sebagai berikut.
1. Babat Jalur

Babat jalur yaitu kegiatan pembersihan gulma atau tumbuhan bawah pengganggu yang menggannggu pertumbuhan tanaman pokok. Kegiatan Babat jalur di BKPH Ngadisono telah banyak dilakukan pesanggem dengan sistem tumpang sari. Babat jalur yang dilakukan oleh pesanggem, selain untuk membersihkan tanaman pokok dari gulma juga agar tanaman palawija yang ditanam di sela-sela tanaman pokok dapat tumbuh dengan baik dengan meminimalisir persaingan. Akan tetapi, pembabatan tumbuhan bawah yang dilakukan oleh pesanggem hingga tanah menjadi gundul akan memperbesar laju erosi dan pengikisan unsur hara. Hal ini akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pokok.


Gambar 12. Kegiatan Pembersihan Tanaman Bawah


2.    Pendangiran

Kegiatan pendangiran pada tanaman pinus sangat diperlukan karena tanaman pinus memerlukan tanah yang mempunyai aerasi baik dan tidak tergenang air. Jenis dangir yang dilakukan di BKPH Ngadisono adalah dangir piringan. Dangir piring adalah bentuk pendangiran yang dilakukan dengan cara menggemburkan tanah mengelilingi tanaman (bentuk piring) membentuk gundukan  dengan diameter 1 meter.
20160805_093452.jpg

Gambar 13. Pembuatan dangir piring pada tanaman pokok yang dilakukan oleh
                      Pak Mantri


3.Penyulaman

Penyulaman merupakan kegiatan mengganti tanaman yang mati atau layu dengan bibit yang sehat dan seumur. Penyulaman dilakukan apabila persentase hidup tanaman kurang dari 80%. Kegiatan penyulaman tanaman pinus dilakukan pada tanaman pinus berumur satu tahun.

4. Pemupukan

Kegiatan pemupukan tanaman pinus di BKPH Banjarnegara dilakukan dengan membuat dua lubang sedalam 10 cm dan berjarak 25cm dari tanaman pokok. Setelah dipupuk kemudian lubang tersebut di tutup kembali dengan tanah. Pupuk yang digunakan untuk pemupukan tanaman pinus adalah pupuk jenis urea dengan dosis 100g.


B.  Pemeliharaan Lanjutan


Pemeliharaan lanjutan dilakukan setelah tanaman lepas kontrak dengan pesanggem. Pemeliharaan lanjutan dilakukan langsung oleh mandor pemeliharaan yang meliputi: pembuatan batas lokasi, pembuatan dan pemasangan papan lokasi pemeliharaan, pembabatan tumbuhan liar, pemangkasan tanaman sela, tanaman tepi, dan tanaman pagar. Pemeliharaan tanaman lanjutan bertujuan untuk memberikan ruang tumbuh dan pertumbuhan yang sehat bagi tegakan muda.

Kegiatan pemeliharaan lanjutan lain yang juga penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman pinus adalah penjarangan. Penjarangan merupakan kegiatan memelihara pohon-pohon yang terbaik pada suatu tegakan dengan memberi ruang tumbuh yang cukup bagi tegakan tinggal, sehingga produktifitas tegakan tinggal menjadi lebih tinggi. Adapun pohon-pohon yang perlu dijarangi adalah pohon yang cacat, terserang hama penyakit, tertekan, pohon pengganggu, dan pohon yang pertumbuhannya kurang atau abnormal.


Gambar 14. Contoh pohon yang akan dilakukan penjarangan dengan
                              diberi tanda x



3.1.5        Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)


Perum perhutani pada tahun 2001 mengeluarkan program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sebagai suatu sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat.  Program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan kerangka perhutanan sosial dengan prinsip bersama, berdaya, berbagi dan transparan.  PHBM dalam Perum Perhutani adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan Perum Perhutani bersama masyarakat desa atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan konsep berbagi, sehingga kepentingan bersama dapat tercapai dan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

Masyarakat sekitar hutan berpartisipasi melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).  LMDH merupakan lemabaga yang dibentuk pada masing-masing desa yang wilayahnya terdapat lahan kelola Perhutani.  LMDH berperan sebagai representasi masyarakat desa hutan dan memiliki kewenangan untuk bekerja sama dengan Perhutani dalam melaksanakan kegiatan apapun terkait dengan petak hutan negara yang berada di wilayah desa tempat LMDH tersebut berada. 

Kegiatan yang dilakukan oleh LMDH Alas Lembah Menjangan yakni kelola sosial dengan memanfaatkan dana perolehan sharing untuk membangun bangunan sekretariatan LMDH Alas Lembah Menjangan untuk memudahkan koordianasi antara anggota dan sebagai pusat kegiatan perencanaan dan monitoring kegiatan dengan mandor pendamping LMDH. LMDH Alas Lembah Menjangan juga secara bertahap membantu Desa Gumelar untuk melengkapi sarana dan prasarana desa dengan memanfaatkan dana perolehan sharing.  Pemanfaatan dana dalam upaya melengkapi sarana dan prasarana desa diantaranya adalah membangun Tempat Pembelajaran Al-Qur’an (TPA). 
 dengan mandor pendamping LMDH. LMDH Alas Lembah Menjangan juga secara bertahap membantu Desa Gumelar untuk melengkapi sarana dan prasarana desa dengan memanfaatkan dana perolehan sharing.  Pemanfaatan dana dalam upaya melengkapi sarana dan prasarana desa diantaranya adalah membangun Tempat Pembelajaran Al-Qur’an (TPA). 
 








Gambar 15. Kantor sekretariat LMDH Alas Lembah Menjangan RPH Kaliwiro                          BKPH Ngadisono sebagai bentuk pemanfaatan sharing



 

















Gambar 16. Gedung TPA sebagai bentuk pemanfaatan perolehan hasil sharing                           LMDH Alas Lembah Menjangan RPH Kaliwiro BKPH Ngadisono


3.1.6        Kegiatan Penebangan dan TPK (Tempat Pengumpulan Kayu)


Kegiatan Penebangan

Kegiatan penebangan yang dilakukan pada saat praktik umum dilaksanakan di BKPH Gombong Selatan. Kegiatan penebangan dilakukan di lain BKPH dikarnakan di BKPH Ngadisono sedang tidak melaksanakan kegiatan penebangan. Penebangan kali ini dilaksanakan di petak 26 yang memiliki luasan 2,5 ha. Penebangan dilakukan dalam jangka waktu satu bulan dengan jumlah 386 pohon. Namun pada pelaksanaan di hari tersebut hanya dilakukan penebangan sekitar 7 pohon dengan jenis yang ditebang yakni pohon sengon. Ukuran panjang log kayu pada saat itu dilakukan sesuai dengan permintaan pasar, diwaktu penebangan ini pelaksana penebangan diminta untuk memenuhi kebutuhan log kayu dengan dimulai dari ukuran 2 m, 4 m, dan 5 m.  Setelah dilakukannya  penebangan, dilakukan kegiatan pengisian blanko penenbangan yang dilakukan bersama bapak kepala TPK bapak Kusdianto.


Gambar 17. Kegiatan penebangan di BKPH Gombong Selatan




Gambar 18. Kegiatan pengukuran log kayu di BKPH Gombong Selatan


Kegiatan TPK (Tempat Pengumpulan Kayu)

Kayu yang telah melalui proses penebangan, kayu tersebut dikumpulkan di TPK setempat. Kegiatan ini dilakukan di TPK Dempes. Kegiatan ini melihatkan bagaimana kayu kayu mengalami pengujian sebelum dilakukannya penjualan.
Pengujian kayu dilakukan berdasarkan jenis, sortimen, kelas panjang, diameter, mutu, dan status. Blanko pengangkutan kayu yang telah dilakukan tercatat dengan jenis DK 304 dan pada saat penerimaan kayu tercatat pada jenis blanko DK 305/1.





Gambar 19. Pengujian kayu dengan dilakukannya pengukuran diameter



Gambar 20. Tempat pengumpulan kayu berdasarkan ukuran log kayu



Gambar 21. Lokasi TPK Dempes



3.1.7        Kegiatan Berdasarkan Topik Pengamanan Hutan


Kegiatan pengamanan yang dilakukan oleh polter secara umum dibagi menjadi dua yaitu kegiatan patroli observasi dan komunikasi sosial.

Tabel 6. Kegiatan Pengamanan pencurian kayu di RPH Sapuran BKPH
              Ngadisono oleh Polter

No
Nama Kegiatan
Keterangan
1
Patroli Observasi
-          Dilakukan tidak secara rutin jika keadaan dalam keadaan aman
-          1*24 jam jika dalam keadaan rawan
-          Dilakukan dengan berkeliling petak petak yang dianggap rawan
-          Dilakukan untuk mengetahui kejadian pencurian kayu agar ditindaklanjuti sesuai prosedur Perhutani
-          Dilakukan minimal 2 petugas Perhutani
-          Melakukan peleteran ketika terjadi pencurian kayu

2
Komunikasi sosial
-          Melakukan kegiatan pembinaan kepada masyarakat tentang pengamanan hutan
-          Mensosialisasikan peraturan perundang-undangan tentang pencurian kayu yang berlaku
-          Pembinaan dan sosialisasi dilakukan dalam bentuk PHBM dengan membentuk LMDH.
-          Melakukan pertemuan dengan LMDH dalam jangka waktu 1 kali dalam sebulan




Kegiatan pengamanan tidak hanya dilakukan oleh segenap aparat Perhutani, kegiatan patrol juga merupakan tanggung jawab setiap masyarakat yang berada di sekitar hutan dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di hutan.






Sarana dan Prasarana Pengamanan


Tabel 7. Sarana dan Prasarana Pengamanan Pencurian Kayu di RPH Sapuran
              BKPH Ngadisono

No
Nama sarana dan prasarana
Jumlah (buah)
Kepemilikan
1
Motor
9 (milik pegawai)
Pribadi
2
Seragam Polhut
9 (milik pegawai)
Perhutani (mandor)
3
Senter
9 (milik pegawai)
Pribadi
4
Buku saku
2 (Polter)
Perhutani (polter)






Sarana dan prasarana yang disediakan untuk kegiatan patrol keamanan disediakan oleh pihak Perhutani namun juga milik pribadi mandor petugas. Sarana dan prasarana yang digunakan saat ini lebih mendukung pada kegiatan pendekatan masyarakat, dapat dilihat dari tidak digunakannya senjata api oleh petugas.


Struktur Organisasi Pengamanan Pencurian Kayu


Struktur  organisasi pengamanan di tingkat RPH pada dasarnya hampir sama dalam hal jalur komando, yaitu komando oleh KRPH. Akan tetapi fungsi dari mandor Polter adalah mengkoordinir mandor lainnya sebagai Polhut dalam pengamanan hutan, berikut di sajikan dalam bentuk diagram alir (Gambar 22).






 














Gambar 22. Bagan Struktur Organisasi Pengamanan Pencurian Kayu di RPH
                         Sapuran BKPH Ngadisono


Gambar 23. Foto kegiatan ketika melaksanakan patrol bersama polhut



Gangguan Pencurian Kayu di RPH Sapuran BKPH Ngadisono


Tabel 8. Data Pencurian Kayu di RPH Sapuran BKPH Ngadisono yang diperoleh
              dari tahun 2014 sampi tahun 2016

No
petak
Tanggal temuan
Keterangan
1
32 E
5 Agustus 2016
-          Pohon sengon sebanyak 5 pohon dengan total kerugian sebesar 168.000
2
32 E
27 Juli 2016
-          Pohon sengon sebanyak 31 pohon dengan total kerugian 1.290.000
3
33 G
1 April 2016
-          Pohon sengon sebanyak 30 pohon dengan total kerugian 2.653.500
4
36 B1 dan 37 C2
28 Desember 2015
-          Pohon sengon sebanyak 16 dengan total kerugian 1.672.000
5
32 I
15 Oktober 2015
-          Jenis pinus dengan total kerugian 450.000
6
38 H
1 Oktober 2015
-          Jenis pinus dengan total kerugian 5.625.000
7
33 C dan 34 J2
6 Oktober 2015
-          Jenis damar dan sengon dengan total kerugian 4.587.000
8
38 A
20 Januari 2014
-          Jenis pinus sebanyak 51 pohon dengan total kerugian 75.530.000
9
39 O
7 Januari 2014
-          Jenis pinus sebanyak 82 pohon dengan total kerugian 35.377.000
Gambar 24. Area petak 32 lokasi ditemukannya pencurian kayu

Data pencurian didapatkan berdasarkan data kantor di RPH Sapuran BKPH Ngadisono KPH Kedu Selatan. Jenis pohon yang dicuri oleh pelaku pencurian paling banyak merupakan bukan pohon yang menjadi pohon pokok di RPH Sapuran.  
Pengamanan hutan dan hasil hutan merupakan sebagian dari kegiatan perlindungan hutan dan hasil hutan yang dilaksanakan secara teknis, patroli observasi taktis dan professional, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.  Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta prasarana perlindungan sumberdaya hutan berpengaruh besar terhadap keberhasilan upaya pengamanan hutan. Daerah-daerah yang dianggap sebagai titik kerawanan perlu dilakukan nya pengamanan hutan (Perum Perhutani, 2004).
Kegiatan patroli observasi yang dilakukan di RPH Sapuran oleh polter (Polisi Teritorial) jajaranya merupakan kegiatan pengamanan yang bersifat langsung.
Tujuan nya untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan hutan yang dapat merusak sumberdaya hutan. Menurut Dirjen PHKA (2014) Patroli adalah kegiatan pengawasan pengamanan hutan yang di lakukan dengan cara gerakan dari satu tempat ke tempat lain oleh dua atau tiga orang atau lebih di wilayah hutan yang menjadi tanggung jawab nya atau daerah tertentu dimana terjadi pelanggaran/kejahatan atas hasil hutan. Secara teratur dan selektif atau tergantung situasi dan kondisi keamanan hutan dengan tujuan mencegah gangguan terhadap hutan dan hasil hutan,mengetahui situasi lapangan serta melakukan tindakan terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan yang ditemukan pada waktu patroli. Patroli keamanan hutan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan keamanan hutan, yang dilaksanakan oleh petugas KPH sendiri atau gabungan dengan instansi lain nya dengan cara mengadakan penjelajahan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan (Soetrisno, 2006).
Polter sebelum melakukan kegiatan patroli wajib mengetahui petak yang rawan terhadap gangguan keamanan. RPH Sapuran,  petak yang rawan gangguan keamanan hutan biasanya dilakukan yang berada di area yang berdekatan dengan indusrti kayu lapis. Tingkat pencurian kayu cukup dikatakan tinggi dikarnakan banyaknya industri kayu lapis yang berasal dari masyarakat sekitar hutan, rata rata industri kayu yang terdapat di RPH Sapuran belum sepenuhnya teridentifikasi, sedangkan untuk industry kayu lapis yang telah teridentifikasi terdata hanya empat industri seperti terlihat dalam tabel berikut.


Tabel 9. Data industri kayu lapis yang telah di identifikasi di RPH Sapuran tahun
              2016

No
Industri
Alamat
Nama pemilik
1
CV. Mekar Abadi I
Ds Sapuran, kec Sapuran Wonosobo
Aryadi
2
CV. Mekar  Abadi II
Ds Sapuran, kec Sapuran Wonosobo
Aryadi
3
CV. Mekar Abadi III
Ds Sapuran, kec Sapuran Wonosobo
Aryadi
4
CV. Tmi
Ds,Kedalon, kec Sapuran Wonosobo
Nanang

Sumber : Kantor RPH Sapuran BKPH Ngadisono

Kegiatan patroli di RPH Sapuran BKPH Ngadisono yang memiliki kelas hutan pinus dan damar berbeda dengan kawasan Perum Perhutani yang memiliki kelas hutan jati. Kelas hutan pinus dan damar kegiatan patroli lebih sering dilakukan pada siang hari, namun tidak menutup kemungkinan dilakukan juga ada malam hari. Kegiatan patroli siang hari biasa nya dilakukan pada pukul 13.00-17.00 WIB jika dalam keadaan aman, namun jika keadaan dalam sedang rawan patroli dilakukan dari pukul 06.00-18.00 yang kemudian dilanjutkan patroli malam dari pukul 19.00-03.00 dini hari.
 Kegiatan patroli dilakukan juga kegiatan pemeriksaan pal batas petak hutan.Pemeriksaan ini dilakukan agar petak jelas batasnya, biasanya pal dapat rusak atau tercabut karena disengaja oleh manusia, hewan atau bencana alam. Kerusakan yang terjadi di pal batas akan dilaporkan oleh polter kepada KRPH kemudian akan dilaporkan kepada Asper dalam laporan triwulan.

Gambar 24. Pemeriksaan pal batas


Selain kegiatan patroli observasi yang dilakukan oleh petugas pengamanan, kegiatan pengamanan lainnya adalah kegiatan komunikasi sosial. Kegiatan komunikasi sosial dilakukan oleh petugas Perhutani kepada masyarakat yang berada umumnya di sekitar hutan, yang tergabung dalam kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Tiap petugas Perum Perhutani juga dituntut menyatu dan berbaur oleh masyarakat serta peduli terhadap masyarakat sekitar hutan, untuk cara bertindak petugas dapat dengan melakukan kegiatan silaturahmi baik formal maupun non formal, menghadiri acara-acara yang dilakukan oleh masyarakat serta melakukan penyuluhan dan pembinaan secara santun dan tidak merugikan masyarakat. Komunikasi sosial dilakukan oleh seluruh jajaran petugas Perum Perhutani dengan melakukan penyuluhan terhadap kalangan masyarakat dengan tujuan pencegahan atau penanganan masalah.
Pendekatan sosial menurut Perhutani (2008) dilakukan sebagai salah satu upaya tindakan pencurian kayu karena program program yang bersifat sosial diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Kegiatan komunikasi sosial dilakukan dengan tujuan agar masyarakat mendapatkan pemahaman tentang pentingnya menjaga hutan untuk kepentingan bersama. Kegiatan sosial ini juga yang dikatakan cara paling efektif dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan hutan, melalui program LMDH tingkat pencurian bisa ditekan dalam keadaan minimal. Program LMDH yang diusung oleh pihak Perhutani memiliki sistem bekerja sama bersama masyarakat sekitar hutan untuk program pengembangan ekonomi masyarakat, dengan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan menjadikan keberlanjutan akan keberadaan hutan dan sumber daya alam nya.

Sarana dan prasarana merupakan aspek penting dalam kegiatan pengelolaan sumber daya hutan, salah satunya adalah kegiatan pengamanan sumber daya hutan. Sarana dan prasarana dalam bidang pengamanan hutan di RPH Sapuran BKPH Ngadisono dapat dikatakan belum layak, misalnya untuk penyediaan sarana transportasi untuk kegiatan patroli tidak disediakan dari pihak Perhutani, alat transportasi berupa kendaraan roda dua yang digunakan oleh polter merupakan kendaraan pribadi, tidak hanya itu medan yang berat berupa hutan dengan perbukitan diamankan dengan kendaraan pribadi yang kurang sesuai. Selain itu sarana seperti alat patroli lain nya yang berupa senter, sepatu boat, helm kendaraan tidak disediakan oleh Perhutani. Pihak Perhutani hanya menyediakan pakaian dinas, dan buku saku melakukan patroli.
Pencurian kayu merupakan salah satu bentuk gangguan keamanan hutan yang menduduki rangking pertama dalam kontribusi nilai kerugian perusahaan berdasarkan SK. Dir. No.664/Kpts/DIR/2010 tentang tarif untuk menentukan kerugian akibat dari kejahatan dan atau pelanggaran terhadap hutan dan hasil hutan. Berikut klasifikasi pencurian kayu.
1     Tipe A Pencurian perorangan, untuk kebutuhan sendiri, jumlah pelaku 1-2 orang, alat yang digunakan manual, jumlah kehilangan kurang dari 5 pohon.
2     Tipe B Pencurian perorangan, untuk dijual/komersil, jumlah pelaku 1-6 orang, alat yang digunakan manual, jumlah kehilangan sampai dengan 10 pohon.
3     Tipe C Pencurian berkelompok, untuk dijual/komersil, jumlah pelaku sampai 50 orang, alat yang digunakan manual dan mekanik, alat angkut kendaraan roda 2 atau lebih, jumlah kehilangan lebih dari 10 pohon.
4     Tipe D  Pencurian secara perorangan atau sindikasi, terorganisir, melibatkan kekuatan massa, ada keterlibatan oknum, jaringan penadah, alat yang digunakan manual dan mekanik, alat angkut kendaraan roda 4 atau lebih, jumlah kehilangan lebih dari 10 pohon.

Berdasarkan pada Petunjuk Kerja Penanganan dan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Sisa Pencurian, Kayu Temuan dan Kayu Bukti Perum Perhutani dijelaskan bahwa.
a. Kayu sisa pencurian adalah hasil hutan kayu yang ditemukan di dalam kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, tanpa diketahui pelakunya.
b.  Kayu temuan adalah hasil kayu yang berasal dari kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, yang ditemukan di luar kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani tanpa diketahui pelakunya.
c.  Kayu bukti adalah hasil hutan kayu yang ditemukan di dalam maupun di luar kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, diketahui atau bersamaan dengan pelakunya (Perum Perhutani, 2007).
Penanganan kayu sisa pencurian, kayu temuan dan kayu bukti perlu dilakukan agar terciptanya keteraturan administrasi ataupun pelaksanaan pengamanan hutan di lapangan. Berikut adalah tata cara penanganan kayu sisa pencurian, kayu temuan dan kayu bukti :
Penanganan kayu sisa pencurian yang berasal dari petak tebangan :
1.  Melakukan identifikasi dan pengukuran atas kayu yang ditemukan (jenis, ukuran, jumlah batang, asal usul kayu/petak).
2.  KRPH membuat Laporan Huruf A (Letter A) atas penemuan kayu di petak yang berada di wilayah kerjanya, kemudian dimasukan dalam Register Letter A.
3.  Setiap tunggak dihitung keliling batang dan tinggi tunggak, kemudian dicatat dalam  buku saku polter hutan. Penandaan juga dilakukan pada tunggak dengan menuliskan keliling tunggak, tinggi tunggak, tanggal penemuan, dan paraf penemu.
4.  Penemuan kayu sisa pencurian langsung dapat diterima sebagai penerimaan persediaan di hutan.
5.  Pada saat ditemukan kayu sisa pencurian masih berada didekat tunggaknya, maka mandor tebang pada petak yang dimaksud mencatat pada buku Taksasi batang perbatang sebagai realisasi produksi serta pada kolom keterangan ditulis tanggal, nomor Huruf A-kehilangan pohon dan tanggal Huruf A-penemuan kayu sisa pencurian.
6.  Penemuan kayu sisa pencurian dari tunggak tetapi masih dalam petak tebangan dalam buku Taksasi pada kolom keterangan ditulis tanggal, nomor Huruf A-kehilangan pohon dan tanggal nomor Huruf A-penemuan kayu sisa pencurian.
7.  Penanganan dan penatausahaan kayu sisa pencurian sejak penerimaan, penghelaan dan angkutan serta di TPK/TPn, sesuai ketentuan tata usaha hasil hutan yang berlaku di Perum Perhutani diberi tanda : Sisa Pencurian pada setiap Blangko DK yang digunakan.


Gambar 25. Peleteran tunggak pohon sengon penemuan pencurian kayu di petak
                     32 E RPH Sapuran BKPH Ngadisono bersama pak mantri


Gambar 26. Tunggak pohon bekas pencurian kayu yang telah dilakukan peleteran
                     di petak 32 E RPH Sapuran BKPH Ngadisono





































IV.             KESIMPULAN DAN SARAN


4.1    Kesimpulan


Kegiatan Praktik Umum memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk merasakan pengalaman yang belum pernah dirasakan selama duduk dibangku perkuliahan, sehingga banyak pengalaman yang didapatkan mahasiswa pelaksana praktik umum.  Jenis jenis pengamanan hutan  yang dilakukan di tingkat RPH Sapuran meliputi komunikasi sosial dan patrol yang dilakukan secara berkala serta gangguan yang terjadi di tingkat RPH Sapuran yakni pencurian kayu yang terjadi sebanyak 9 kasus terhitung sejak tahun 2014 sampai tahun 2016.

4.2    Saran


Pengadaan sarana dan prasarana pengamanan (kendaraan patroli, alat komunikasi terpadu, pos pengamanan, alat  keselamatan  pekerja, dan lain-lain) harus segera diupayakan agar dapat mendukung pelaksanaan kegiatan upaya pengamanan hutan untuk lebih baik lagi. Perlu meningkatkan kerjasama dan kepedulian kepada masyarakat sekitar hutan untuk menjaga kelestarian hutan dari gangguan keamanan hutan sehingga fungsi hutan tidak terganggu. Serta perlu di tingkatkan nya kesejahteraan para karyawan baik yang di lapangan maupun bukan di lapangan melalui peningkatan gaji dan peningkatan sarana prasarana.








DAFTAR PUSTAKA


Dirjen PHKA. 2014. Petunjuk Pelaksanaan Operasional Satuan Polhut Reaksi
       Cepat. Jakarta: Kementrian Kehutanan RI.

Presiden Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta: Kementrian Kehutanan.

Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2010. Tentang Perusahaan Umum Kehutanan  Negara. Perum Perhutani. Jakarta.

Perum Perhutani. 2004. Petunjuk Kerja Penanganan dan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Sisa Pencurian Kayu Temuan dan Kayu Bukti. Perum Perhutani. Jakarta.

Perum Perhutani. 2007. Kajian Keamanan. Perum Perhutani. Jakarta

Perum Perhutani. 2008. Standar Oprasional Monitoring Pencurian Kayu Standar Oprasional Penanganan Pencurian Kayu Standar Oprasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Standar Oprasional Penggembalaan. Purworejo: Perum Perhutani.

Qirom, M.A., M.B. Saleh dan B. Kuncahyo. 2012. Aplikasi Citra Alos Palsar Untuk Pendugaan Simpanan Karbon Di Hutan Tanaman Akasia. Bogor: Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 9 No. 3. September 2012, 121-134.

Soetrisno, A. 2006. Kajian Keamanan Hutan. Madiun: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumberdaya Manusia. Perum Perhutani.

Surat Keputusan Direksi Perhutani. 2013. No. 2889/KPTS/I/2013. Jakarta.

Surat Keputusan Direksi Perhutani. 2010. No. 664/KPTS/DIR/2010. Jakarta.  

Tim Penyusun Praktik Umum Fakultas Pertanian.  2016.  Buku Panduan Praktik
         Umum  Fakultas Pertanian. Bandar Lampung: Buku. Universitas Lampung.






























LAMPIRAN














Ganbar 1. Peta lokasi pencurian kayu pada petak 32 E


100_3858.JPG




















Gambar 2. Peta Wilayah Kerja BKPH Ngadisono KPH Kedu Selatan







Copy of logo_pht_new











Text Box: MANDOR POLTER :
SUPARNO
GATOT HONDA R

MANDOR SADAP :
SLAMET PUJIONO
WALIYAN
SURYO GUNAWAN
NUR IKHSAN
ISNAWAN
SUPARWONO
SULIMAN
BUDIYANTO
DWI AJI S

MANDOR TANAM :
MISWADI
HADI R
TOAT


Text Box: MANDOR POLTER :
SUMEKTO
AGUS BUDIYANTO
MANDOR SADAP :
SUBAGYO
BAMBANG JUARSO
KUAT SUPONO
BAWONO RAHAYU
EDI PURWANTO
NIPAN
MUHYAMIN

MANDOR TANAM :
PARJAN
TUKIMAN
KUAT
RIANA
Text Box: MANDOR POLTER :
PARYO
URIP PRASETYO

MANDOR SADAP :
TEGUH BASUKI
SUDIYO
SUPARMONO
SUYATNO
ARIYADI
SANIRO
FEBRY

MANDOR TANAM :
SUMBEREJO




Text Box: KRPH  SAPURAN
RAHMAT SUBENO
Text Box: KRPH  KALIWIRO
SUNANDAR
Text Box: KRPH  SUMBEREJO
MIDIN
                                                                                                                                        
















Gambar 3. Struktur Organisasi BKPH Ngadisono




Gambar 4. Foto bersama mandor dan ketua LMDH



Ganbar 5. Foto pada saat pelaksanaan diskusi bersama LMDH dalam kegiatan
                    komunikasi sosial






Gambar 6. Foto bersama polhut dan mandor polter  setelah pelaksanaan patroli
                  dan pengecekan lokasi pencurian



Gambar 7. Foto bersama pak mantri dan pak mandor setelah pelaksanaan  
                  patroli malam

Gambar 8. Foto bersama pak mantri dan para mandor RPH Sapuran BKPH
                        Ngadisono KPH Kedu Selatan



Gambar 9. Foto bersama kelompok Praktik Umum dengan keluarga besar Bapak
                   Asisten Perhutani BKPH Ngadisono



Gambar 10. Pengarahan pada saat pelaksanaan kunjugan wisata di Gombong
                        Selatan


Gambar 11. Lokasi wisata Watu Baleh di Gombong Selatan




Gambar 12. Foto kunjungan di PGT Sapuran


 

Gambar 13. Lokasi pengolahan gondorukem dan terpentin di PGT Sapuran




Gambar 14. Kegiatan pasca tebangan di Gombong Selatan



Gambar 15. Pengisian blanko tebangan pasca kegiatan tebangan

Gambar 16. Pelengkapan data sekunder di kantor BKPH Ngadisono




Gambar 18. Mengikuti kegiatan perpindahan serah terima jabatan mantri
                          Sumberrejo dengan mantri Purworejo

No comments:

Post a Comment